HARI Kemerdekaan Ke-58 Republik Indonesia baru saja kita lalui bersama. Banyak hal yang mengingatkan dan patut direnungkan bangsa ini selama 58 tahun perjalanan bangsa Indonesia. Kemerdekaan secara harfiah diartikan bebas dari penjajahan, yang seharusnya penjajahan dalam bentuk apa pun.
Tidak bisa dimungkiri bangsa ini masih "terjajah" dalam banyak hal, baik dari sisi budaya, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan/teknologi, maupun yang terutama tidak dapat lepas dari mental sebagai kaum terjajah. Salah satu model yang dapat digunakan untuk mencapai sebuah "kemerdekaan" yang sesungguhnya adalah menggunakan model yang diusulkan Prof Amartya Sen. Prof Amartya Sen (pemenang Nobel bidang ekonomi 1998) menulis sebuah buku berjudul Development as Freedom. Intinya memuat gagasan pembangunan suatu masyarakat harus berdasarkan peningkatan kapabilitas masyarakat itu sendiri, dan untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat diperlukan suatu "kemerdekaan" untuk membangun.
Ada lima tolok ukur (instrumen) "kemerdekaan" atau kebebasan yang dapat dijadikan landasan dan mempunyai arti yang nyata dalam proses pembangunan, yaitu kebebasan politik, fasilitas perekonomian, kesempatan sosial, jaminan transparansi, dan perlindungan keamanan.
Pertama, kebebasan politik merujuk pada kesempatan masyarakat untuk menentukan siapa yang layak untuk memerintah dan atas dasar apa, serta kebebasan untuk mengutarakan pendapat, dan pers yang tidak disensor untuk menikmati "kemerdekaan". Kedua, yang dimaksud dengan fasilitas perekonomian adalah kesempatan yang dipunyai tiap individu untuk menggunakan sumber-sumber (resources) untuk berbagai keperluan, seperti konsumsi, produksi, dan pertukaran (inter exchange). Ketersediaan dan akses ke lembaga keuangan akan menjadi titik kritis yang harus diamankan pemerintah. Ketiga, kesempatan sosial merujuk pada perencanaan yang baik bagi masyarakat untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan sebagainya, yang membuat pengaruh pada tiap individu mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Keempat, jaminan transparansi, pada suatu kondisi sosial terjadi interaksi dari satu individu dengan individu lainnya. Dalam interaksi terjadi suatu kesepakatan antarindividu. Oleh sebab itu, jaminan terhadap kemerdekaan/kebebasan harus dijamin oleh para individu. Apabila ini dilanggar, tidak akan ada lagi keterbukaan dan ini dapat berakibat fatal bagi individu atau masyarakat lain. Dan kelima, perlindungan keamanan perlu dilakukan untuk menyediakan suatu jaring pengaman sosial untuk mempersiapkan apabila terjadi kondisi sosial di luar rencana seperti yang terjadi pada krisis bangsa Indonesia tahun 1997. Secara umum, Prof Sen lebih menekankan pada think capabilities, not commodities.
APABILA dianalogikan kriteria Prof Sen dalam serangkaian kehidupan teknologi informasi (TI) di Indonesia, maka satu per satu dapat dijelaskan dengan melihat kondisi per-TI-an sejak tahun 1998 hingga tahun 2003, di mana proses reformasi membuat perubahan signifikan pada bangsa Indonesia. Tahun 1998, pengguna Internet di Indonesia hanya 512.000 orang (http://www.apjii.or.id/dokumentasi/statistik.php?lang=ind) dan setiap tahun meningkat hampir dua kali lipat hingga tahun 2003 tercatat tidak kurang dari 7,5 juta pengguna Internet di Indonesia.
Adanya kebebasan dalam bernegara (politik) membuat dampak yang luar biasa pada peningkatan pengguna Internet di Indonesia. Masyarakat membangun sendiri (swadaya) infrastruktur TI di Indonesia (contoh kasus pembangunan jaringan Internet mulai dari wireless LAN hingga pengembangan perangkat lunak), di mana pada zaman Orde Baru sulit dilaksanakan karena tidak adanya "kemerdekaan/kebebasan" politik.
Pemerintah harus terus membuat kebijakan politik dalam dunia TI yang dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat dan masyarakat dapat menuntut apabila secara politis dirugikan oleh suatu peraturan yang kontradiktif dengan proses pembangunan. Tolok ukur kedua-fasilitas perekonomian-adalah di mana salah satu fasilitas TI yang membuat tumbuhnya perekonomian di Indonesia adalah adanya warnet (warung Internet), yang jumlahnya tidak kurang dari 3.000, yang tersebar di Indonesia (http://nut.natnit. net/warnet/).
Warnet-warnet tersebut membuat akses masyarakat pada Internet dan TI menjadi mudah dan murah, yang membawa dampak besar bagi perekonomian. Data terakhir di APJII (http://www.apjii.or.id) tidak kurang dari 600 Mbps total bandwith jaringan Internet yang telah digunakan di Indonesia.
Pengusaha warnet yang kebanyakan terdiri dari individu ini perlu ditopang juga dengan fasilitas reduksi biaya perangkat lunak (bagi yang menggunakan produk-produk keluaran Microsoft). Dengan demikian, warnet akan dapat berkembang lebih baik dan membuat kebutuhan (demand) akan informasi bertambah terus.
TOLOK ukur ketiga-kesempatan sosial-secara umum TI di Indonesia berkembang cukup pesat karena pengguna Internet rata-rata berpendidikan perguruan tinggi. Ini sejalan dengan fenomena Internet yang awalnya muncul dari perguruan tinggi dan meluas penggunaannya ke komersial.
Saat ini Internet tidak hanya dinikmati kalangan perguruan tinggi, tetapi juga siswa sekolah dasar. Oleh sebab itu, sangat penting peningkatan fasilitas sosial, terutama yang berkaitan dengan pendidikan, dan pemerintah mempunyai peranan penting dalam memberikan fasilitas sosial ini.
TOLOK ukur keempat-jaminan transparansi-dalam suatu interaksi sosial (apa pun bentuknya), maka faktor yang paling utama adalah kepercayaan. Salah satu dampak baik adanya Internet adalah tingkat kepercayaan yang tinggi antara satu individu dan individu lainnya.
Sebagai contoh, suatu ketidakjujuran dapat diketahui khalayak ramai dengan cepat melalui mailing list (milis) di Internet. Pengguna Internet di Indonesia banyak menggunakan milis yahoogroups (@yahoogroups.com) untuk berdiskusi, bertukar informasi, reuni, dan lain lain. Anggota suatu milis bisa bervariasi, antara tiga orang sampai dengan ribuan orang. Jika salah seorang anggota melakukan suatu kecurangan terhadap individu lain, informasi tersebut akan tersebar dengan cepat.
Oleh karena itu, individu di Internet harus jujur dalam mengemukakan sesuatu hal. Salah satu dampak positif Internet adalah dapat menjaga transparansi antarindividu. Transparansi ini akan dapat mengikis korupsi dan berbagai hal negatif yang merugikan masyarakat.
Tolok ukur kelima-perlindungan keamanan-dapat juga diartikan sebagai jaring pengaman sosial, sesuatu yang belum dilakukan secara signifikan hingga Hari Kemerdekaan yang ke-58 republik ini.
Melihat fakta-fakta di atas, penguatan terhadap kelima instrumen atau tolok ukur harus terus ditingkatkan oleh masyarakat, legislatif, dan pemerintah. Dari kelima tolok ukur tersebut, tolok ukur kelima relatif belum dipikirkan secara nyata oleh pemerintah. Penggunaan model SSN (social security number) seperti di AS, misalnya, harus mulai dipikirkan secara serius oleh pemerintah.
Ulang tahun ke-58 bangsa Indonesia seharusnya dapat dijadikan momen untuk keluar dari unfreedom dan kembali ke cita-cita freedom bangsa Indonesia, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan salah satunya adalah melalui teknologi informasi, dengan mengusung tema Ekonomi Internet untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia.
Basuki Suhardiman Kepala Computer Network Research Group ITB dan Peneliti pada Asian Internet Interconnection Initiatives
Comments (0)
Post a Comment