Perkembangan koperasi di Indonesia secara kuantitatif terbilang paling pesat dibandingkan kebanyakan negara manapun di dunia. Mengacu pada data pertumbuhan kuantitatif koperasi Indonesia empat tahun terakhir, dari semula tercatat 118.644 unit (2002) naik menjadi lebih dari 123.000 unit pada 2005 (Data Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2006). Hanya dalam tempo tiga tahun tak kurang 5.000 unit koperasi bermunculan. Untuk itu unit-unit usaha koperasi perlu dibangun dan dijalankan dalam kultur ekonomi yang efektif dan efisien. Efisiensi dapat dipantau dengan melihat pelayanan-pelayanan yang dapat dicapai oleh para anggota dan pengadaan pelayanan dengan mutu yang lebih baik daripada para pesaing yang ada serta pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan riil anggota koperasi.
Untuk berkembang dengan daya saing memadai, dibutuhkan wawasan yang luas oleh segenap elemen pembentuk koperasi. Pola usaha global yang terhubung dengan sistem bisnis dan ekonomi yang lebih luas mengharuskan koperasi untuk mengembang kan kerjasama, baik dengan sesama koperasi maupun nonkoperasi, sepanjang memiliki visi yang sesuai. Melalui kebersamaan dalam kerjasama tim berjaringan kerja dapat digalang daya juang dan daya saing yang dapat diandalkan.
Jaringan kerja yang ditata dari bawah membuat koperasi dapat memacu sumber dana yang berasal dari anggota-anggota secara lebih baik. Tanpa adanya pengaturan sumber dana, terutama yang datang dari para anggota, bangunan cooperative network cenderung rapuh. Karena itu ditekankan, bahwa sumber dana dari yang berasal dari luar, hanya sebagai pelengkap dan jumlahnya tak melebihi 30% dari seluruh dana-dana yang berasal dari para anggotanya. (Prof. Dr. Wagiono Ismangil)
Pemekaran jaringan koperasi diupayakan untuk membentuk sinergi untuk secara kolektif mengantisipasi pengaruh dari asosiasi pengusaha setempat yang biasanya melindungi kepentingan pengusaha-pengusaha yang hanya bermotif mencari keuntungan, di samping itu tersedianya jaringan koperasi yang memadai secara vertikal maupun horizontal akan membantu meningkatkan bargain position koperasi terhadap institusi dan lembaga keuangan swasta maupun pemerintah yang dapat menentukan kebijakan yang berdampak bagi kelangsungan usaha koperasi. Memacu perkembangan gerakan koperasi tanpa membangun jaringan koperasi yang memadai, akan menyebabkan gerakan koperasi tetap tumbuh, tapi kerdil. (Priono, 2006)
Menurut pendapat C. Richard Hatch (2000) terdapat beberapa konsep jaringan usaha dengan tipe jaringan yang berbeda, antara lain:
Jaringan yang membentuk mata rantai perusahaan
Jaringan yang meningkatkan efisiensi internal. Jaringan ini akan mampu meningkatkan sub-kontrak dan harga yang kompetitif.
Jaringan untuk mengembangkan pengelolaan yang ekonomis.
Jaringan untuk meningkatkan posisi tawar KUKM membantu akses pasar.
Koperasi selayaknya mampu bekerjasama baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal maksudnya, koperasi mampu bekerjasama dengan badan-badan atau instansi-instansi yang kedudukannya lebih tinggi ataupun yang lebih rendah. Secara horizontal maksudnya, koperasi mampu bekerjasama dengan badan-badan atau instansi-instansi yang kedudukannya setara dengan koperasi itu sendiri. Kerjasama ini bisa dengan koperasi juga maupun dengan non-koperasi.
Sebagai contoh dari kerjasama vertikal yaitu, koperasi perkebunan kelapa sawit bekerjasama dengan Departemen Sumberdaya dan Mineral, dengan maksud agar hasil produksi kelapa sawitnya dapat di ekspor ke luar negeri ataupun diolah kembali lebih lanjut oleh PT. Pertamina menjadi Bio Solar. Sedangkan kerjasama secara horizontal contohnya yaitu, koperasi perkebunan tebu bekerjasama dengan perusahaan produksi gula pasir.
Idealnya industri hulu itu harus lebih di dominasi oleh usaha kecil dengan sistem koperasi, kemudian membentuk mata rantai hingga ke industri hilir yang dikelola oleh usaha besar. Sebagai contoh yaitu industri telepon selular Motorola, komponen yang terdapat dalam tubuh ponsel tersebut diproduksi oleh industri rumahan di Taiwan. Jika hal tersebut dilakoni di Indonesia, sebagai contoh PT.Indofood pada industri hilirnya, maka bukan tidak mungkin pengusaha kecil, petani, dan koperasi yang memproduksi gandum, bawang merah, garam, dan lainnya akan jadi lebih bergairah dalam pasar global.
Beberapa contoh pengembangan jaringan usaha yang berhasil di Australia adalah :
Asia Pacific Design Group. Jaringan usaha ini dibentuk oleh 11 perusahaan yang bergerak dalam jasa konsultasi untuk seluruh aspek bangunan dan konstruksi
ATVC. ATVC adalah Automotive Trim and Upholstrey Contractors Network. Dimana 8 perusahaan membentuk jaringan usaha untuk memenangkan kontrak-kontrak tender pemasangan rel untuk Trim, dimana yang selama ini selalu dimenangkan oleh Bridgestone dari Jepang atau Amerika Utara .
Daplar. Daplar merupakan jaringan kerjasama dari 4 perusahaan pembuat kabinet dan penyambungan yang memproduksi kitchen set dan kamar mandi. Jaringan usaha ini mampu memproduksi rangka-rangka rumah yang “knocked down”.
Ambulances to Asia . Jaringan ini menyediakan paket ambulances siap pakai untuk layanan medis guna memenuhi permintaan di pasaran Asia.
Untuk itu dalam menghadapi tantangan globalisasi, UKM harus diberdayakan agar mampu bersaing dengan pelaku bisnis lainnya baik dari dalam maupun luar negeri. Salah upaya penguatan daya saing UKM adalah melalui pembentukan jaringan usaha (business networks). Di samping untuk penguatan daya saing, jaringan usaha juga bermanfaat untuk meningkatkan skup ekonomi, efisiensi, pengelolaan bisnis yang efisien, dan memperluas pangsa pasar.
Untuk mendorong tumbuh kembangkan jaringan usaha ini, sebagai langkah awal yang perlu dilakukan adalah merubah budaya bisnis (business culture). Setelah tumbuh kesadaran untuk melakukan kerjasama, maka perlu disiapkan para pialang (brockers) yang nantinya menyembatani pihak-pihak yang akan melakukan kerjasama usaha. Guna memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi para pialang, maka pelatihan dengan praktek lapang harus menjadi pendukung upaya penguatan tersebut.
Comments (0)
Post a Comment