PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH DAN EKSPEKTASI INFLASI TERHADAP INFLASI IHK

PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH DAN EKSPEKTASI INFLASI TERHADAP INFLASI IHK



abstraks:


Inflasi merupakan salah satu penyakit dalam sebuah perekonomian yang dialami oleh suatu Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Beberapa penyebab inflasi yaitu kondisi nilai tukar rupiah yang mempengaruhi pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi IHK.


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta menganalisa pengaruh nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi terhadap Inflasi IHK di Sulawesi Utara Tahun 1997-I sampai tahun 2005-IV.


BAB I


PENDAHULUAN




1.1. Latar Belakang


Inflasi merupakan masalah ekonomi di seluruh Negara. Menurut pengalaman di berbagai Negara yang mengalami inflasi adalah terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar, kenaikan upah, krisis energi, defisit anggaran, dan masih banyak penyebab dari terjadinya inflasi..Salah satu penyakit dalam suatu perekonomian yang dialami oleh Negara berkembang adalah upaya menjaga kestabilan makro ekonomi secara luas, khususnya dalam menjaga inflasi. Seperti penyakit, inflasi timbul karena berbagai alasan. Sebagian inflasi timbul dari sisi permintaan, sebagian lagi dari sisi penawaran. Secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau penurunan penawaran agregat. Untuk itu inflasi harus dapat segera diatasi, karena inflasi yang buruk akan mengurangi investasi diikuti dengan berkurangnya kegiatan ekonomi, dan menambah pengangguran, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi.


(Sudono sukirno, 1981:17).




Dalam Surat kabar Suara Merdeka Senin, 07 November 2005, kondisi perekonomian indonesia pada triwulan III-2005 diwarnai oleh tekanan pada nilai tukar rupiah dan tingginya harga minyak internasional yang berkelanjutan, diiringi peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. Demikian pula menurut laporan Bank Indonesia, perekonomian indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap stabilitas makro ekonomi meningkat. Tingginya harga minyak dunia dan ekspansi ekonomi domestic yang bertumpu pada impor telah menimbulkan tekanan yang besar terhadap kondisi neraca pembayaran dan pengeluaran subsidi Bahan Bakar Minyak pemerintah. Dari sisi moneter, kondisi tersebut telah menyebabkan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar rupiah yang meningkat, sementara inflasi masih relatif tinggi salah satunya karena dampak meningkatnya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia memandang bahwa meningkatnya ekspektasi inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah tersebut dapat meningkatkan resiko ketidakstabilan makro ekonomi yang dapat mengganggu keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.




Masih berperannya inflasi periode lalu (ekspektasi adaptif) pada pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat menunjukkan pentingnya peningkatan efektifitas kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi. Studi tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan moneter Bank Indonesia dan membentuk ekspektasi inflasi dari realisasi inflasi yang terjadi. Dengan demikian, apabila efektifitas kebijakan moneter tersebut mampu ditingkatkan dan berhasil menekan inflasi ke tingkat yang rendah, maka ekspektasi inflasi juga akan menurun dan dengan demikian akan semakin mendukung efektifitas kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi tersebut. Di sisi lain, pengaruh nilai tukar terhadap pembentukan ekspektasi inflasi cenderung bersifat asimetris. Bagi perusahaan, terdapat rigiditas harga ke bawah dalam pola pembentukan harga oleh perusahaan, dalam arti perusahaan cenderung enggan menurunkan harga dalam hal terjadi apresiasi nilai tukar rupiah. Sebaliknya, depresiasi nilai tukar melebihi suatu tingkat tertentu akan diikuti dengan kenaikan harga oleh perusahaan. Dari sisi rumah tangga, perilaku asimetris juga terjadi pada pembentukan ekspektasi inflasinya, dalam arti depresiasi akan diikuti dengan kenaikan ekspektasi inflasi sementara apresiasi tidak selalu diikuti dengan penurunan ekspektasi inflasi. Bukti empiris ini semakin menekankan pentingnya Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, baik karena pengaruhnya terhadap pembentukan ekspektasi inflasi maupun pertimbangan pengaruhnya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap inflasi.


Berdasarkan catatan Bank Indonesia melalui tabel 1.1 dapat dilihat bahwa tingkat inflasi di Sulawesi Utara dari triwulan I-2001 sampai triwulan IV-2005 mengalami fluktuasi, hal itu disebabkan karena fluktuasi nilai tukar rupiah dan tingkat ekspektasi masyarakat. Khusus pada tahun 2005 triwulan III kurs rupiah mengalami pelemahan yang tajam, dari Rp. 9.713 per USD pada triwulan ke II menjadi Rp. 10.310 per USD. Salah satu penyebabnya adalah adanya sentiment negatif dari persepsi pasar atas kondisi fiskal pemerintah dalam menanggung besarnya subsidi BBM akibat tingginya harga minyak. Ekspektasi inflasipun mengalami peningkatan akibat melemahnya nilai tukar pada triwulan tersebut. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tingkat inflasi IHK tidak hanya dipengaruhi dengan nilai tukar saja, tetapi juga dengan tingkat ekspektasi masyarakat.



Berdasarkan catatan Bank Indonesia melalui tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat inflasi di Sulawesi Utara dari triwulan I-2001 sampai triwulan IV-2005 mengalami fluktuasi, hal itu disebabkan karena fluktuasi nilai tukar rupiah dan tingkat ekspektasi masyarakat. Khusus pada tahun 2005 triwulan III kurs rupiah mengalami pelemahan yang tajam, dari Rp. 9.713 per USD pada triwulan ke II menjadi Rp. 10.310 per USD. Salah satu penyebabnya adalah adanya sentiment negatif dari persepsi pasar atas kondisi fiskal pemerintah dalam menanggung besarnya subsidi BBM akibat tingginya harga minyak. Ekspektasi inflasipun mengalami peningkatan akibat melemahnya nilai tukar pada triwulan tersebut. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tingkat inflasi IHK tidak hanya dipengaruhi dengan nilai tukar saja, tetapi juga dengan tingkat ekspektasi masyarakat.


Berdasarkan uraian diatas menunjukkan betapa pentingnya pengkajian masalah inflasi di lakukan di Sulawesi Utara, terutama dikaitkan dengan variabel-variabel yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat inflasi seperti nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi.



1.2. Perumusan Masalah




Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu : " Bagaimanakah pengaruh nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi terhadap Inflasi IHK di Sulawesi Utara ?"



1.3. Tujuan Penelitian



Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :


1. Untuk mengetahui pengaruh ekspektasi inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap tingkat inflasi di Sulawesi Utara.


2. Untuk mengetahui hubungan ekspektasi inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap tingkat inflasi di Sulawesi Utara.






1.4. Kegunaan Penelitian




Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :


1. Sebagai bahan masukan atau informasi kepada para pengambil keputusan, terutama kepada pemerintah daerah Sulawesi Utara maupun instansi terkait, dalam menentukan langkah-langkah kebijaksanaan, khususnya menyangkut masalah inflasi.


2. Sebagai bahan referensi dan pembanding bagi para peneliti yang lain yang ingin meneliti variabel-variabel lain yang turut mempengaruhi inflasi.



1.5. Tinjauan Pustaka



Siswanto dkk (2002) melakukan studi mengenai bekerjanya transmisi moneter melalui saluran nilai tukar dengan membaginya kedalam dua blok. Blok pertama diarahkan untuk mengukur apakah kebijakan moneter berperan dominan dalam menentukan pergerakan nilai tukar dibandingkan dengan faktor resiko. Sementara blok kedua ditujukan umtuk mendeteksi pengaruh nilai tukar ke inflasi baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Studi dilakukan dengan analisis VAR (Vektor Autoregressive) yang kemudian dikonfirmasi dengan hasil survey kepada bank-bank, perusahaan, dan rumah tangga. Data bulanan digunakan dari periode 1990:1 sampai dengan 2001:4 dengan pemisahan periode sebelum dan sesudah krisis untuk menggambarkan perubahan sistem nilai tukar di indonesia pada juli 1997, yaitu dari sistem mengambang terkendali ke sistem mengambang bebas. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa sebelum terjadinya krisis tahun 1997 transmisi kebijakan moneter melalui saluran nilai tukar bekerja sangat lemah.Dimana perubahan suku bunga SBI tidak berdampak signifikan terhadap nilai tukar, dan nilai tukar itu sendiri bukan merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap inflasi.




Setelah krisis, dengan sistem mengambang bebas transmisi kebijakan moneter melalui saluran nilai tukar menjadi lebih kuat. Hal ini terutama terlihat dari peran nilai tukar yang semakin meningkat dalam ekonomi. Pengaruh nilai tukar terhadap inflasi baik secara langsung (melalui perubahan harga barang - barang yang diimpor) maupun tidak langsung (melalui permintaan agregat) sangat kuat, dengan pengaruh langsung lebih besar daripada pengaruh tidak langsung.


Logahan (2001) dalam penelitian yang berjudul "Analisis Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Depresiasi Rupiah terhadap tingkat inflasi di kota Manado", dengan menggunakan anlisis tabel dan analisis ekonometrika, yaitu analisis regresi sederhana dengan metode kuadrat terkecil


(OLS). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perubahan harga BBM khususnya premium (bensin) dan depresiasi rupiah terhadap laju inflasi di kota manado. Hasil estimasi pengaruh harga BBM (bensin) terhadap inflasi menunjukkan bahwa variabel harga minyak bensin (Pb) mempunyai pengaruh positif terhadap inflasi (I)sebesar 0.012 dengan tingkat signifikan ? = 0.5%. Hasil analisis diperoleh bahwa Koefisien Korelasi (R) sebesar 0.55 sedangkan Koefisien Determinasi (R²) = 0.30. Hasil estimasi pengaruh Depresiasi Rupiah terhadap inflasi menunjukkan bahwa variabel depresiasi rupiah mempunyai pengaruh positif terhadap inflasi (I) sebesar 0.0953102 dengan tingkat signifikansi ? =0.5%. Hasil analisis diperoleh bahwa koefisien korelasi (R) sebesar 0.62. Adapun Koefisien Determinasi diperoleh R²=0.38. Hal ini berarti bahwa proporsi depresiasi rupiah terhadap naik turunnya inflasi di kota manado sebesar 38% sedangkan sisanya 62% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.




Wuryandani dkk (2002) memfokuskan studi untuk menganalisis bekerjanya transmisi moneter melalui saluran ekspektasi inflasi untuk periode setelah krisis. Dengan menggunakan data ekspektasi inflasi dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia untuk periode dari juli 1997 sampai dengan Desember 2000, studi tersebut menyimpulkan bahwa ekspektasi inflasi lebih banyak dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar, inflasi pada periode yang lalu, dan perkembangan suku bunga. Bukti empiris ini juga didukung oleh hasil survei pada bank-bank, perusahaan, dan rumah tangga.

Related Posts by Categories



Comments (2)

Anonymous

April 11, 2009 at 1:07 PM

thanks yaa atas artikel ini gue butuh buat nulis skripsi

Anonymous

December 29, 2009 at 11:30 PM

sangat menarik, terima kasih