BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan mengembangkan Islam kepaada umat manusia, sebagai rahmat bagi seluruh alam.1
Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia, bilamana agama Islam yang mencakup segenap kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Umat Islam mempunyai peran yang sangat penting sebagai pelaku yang harus menyebarkan dan menumbuhkan benih-benih amal makruf itu di tengah-tengah pergaulan hidup masyarakat.
Usaha untuk menyebarluaskan Islam, serta merealisasikan ajarannya di tengah-tengah kehidupan manusia adalah sebagian dari usaha dakwah yang di laksanakan dalam keadaan apapun dan bagaimanapun harus dilaksanakan oleh umat Islam.2
Kewajiban dakwah merupakan kewajiban personal muslim bukan kewajiban instansi muslim dalam mewujudkan masyarakat muslim yang madani (berperadaban), hal tersebut tercermin dari rasa saling membina dan meningkatkan sesama muslim dalam rangka merealisasikan ajaran dakwah.
Fenomena dakwah di masyarakat sekarang ini sangatlah kompleks sekali, hal tersebut di picu karena pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong semakin kritisnya pemikiran masyarakat dan semakin beratlah tugas para juru dakwah dalam menghadapi masyarakat. Namun demikian, kesadaran dan kesabaran para juru dakwah tersebut sangat menentukan dalam menjalankan tanggung jawabnya dalam membina keagamaan masyarakat, karena perlu di sadari bahwa agama merupakan komponen penting dalam jiwa manusia terutama manusia di zaman modern sekarang ini.
Sebagai suatu cara yang efektif untuk dapat menjalankan kewajiban dakwah yang baik adalah dengan cara mempersiapkan para generasi muslim pada sebuah lembaga pendidikan Islam yang lebih populer dengan sebutan sebuah pesantren.
Pesantren merupakan sebuah pendidikan Islam yang mempunyai budaya tersendiri, berperan penting di bidang sosial keagamaan. Ziemek memandang bahwa pesantren merupakan pusat perubahan di bidang pendidikan, politik, budaya, sosial, dan keagamaan,3 bahkan pada perkembangan selanjutnya pesantren juga dapat menjadi salah satu pusat pengembangan masyarakat di bidang ekonomi.
Pesantren membawa misi dakwah, karena di dalamnya banyak santri yang datang untuk mendalami ilmu pengetahuan agama yang kemudian mereka akan menyebar keseluruh pelosok masyarakat untuk menyebarkan ajaran agama Islam dengan binaan aqidah dan spirit amal serta bermoral baik hingga tercipta kondisi yang stabil, aman dan nyaman, sejahtera dunia akhirat.
Walaupun demikian pesantren tetaplah pesantren, semodern apapun ia tetap tumbuh dan berkembang dengan khas cita agama. Ia sebuah lembaga pengembangan generasi muslim yang mempunyai lingkungan dan tata nilai sendiri, berbeda dengan kehidupan masyarakat umum.
Kebanyakan pesantren sebagai komunitas belajar keagamaan sangat erat berhubungan dengan lingkungan sekitar yang sering menjadi wadah pelaksanaannya.4 meskipun pada mulanya banyak pesantren dibangun sebagai pusat reproduksi spiritual, yakni tumbuh berdasarkan sistim-sistim nilai yang ersifat Jawa, tapi para pendukungnya tidak hanya semata-mata menanggulangi isi pendidikan agama saja. Pesantren bersama-sama dengan para muridnya atau dengan kelompoknya yang akrab mencoba melaksanakan gaya hidup yang menghubungkan kerja dan pendidikan serta membina lingkungan sekitarnya berdasarkan struktur budaya dan sosial.Karena itu pesantern mampu menyesuaikan diri dengan bentuk masyarakat yang amat berbeda maupun dengan kegiatan-kegiatan individu yang beraneka ragam.5
Pengembangan masyarakat juga dapat dilakukan dengan pembangunan mentalnya, dilengkapi dengan pembangunan kecerdasan dan keterampilan. Pembangunan manusianya, khusus generasi muda, melalui sistem pendidikan yang efektif, serta pembangunan politik dengan penegakkan demokrasi, hukum dan administrasi yang efektif pula. Di samping pembangunan demokrasi ekonomi, dengan "menasionalkan" dan "merakyatkannya", disejalankan dengan pembangunan daya kreasi rakyat sendiri. Serta,membina sistem keamanan atas dasar swadaya rakyat, yang percaya pada diri sendiri.
Pendidikan mempunyai dua fungsi : pembangunan "manusia"-nya (character building), serta pembangunan kecerdasan dan keterampilan, penguasaan ilmu dan teknologi. Yang pertama, untuk memproduksi manusia yang mampu menjawab tantangan-tantangan kemanusiaan dari zaman ini. Kedua, untuk menjawab tantangan-tantangan kebutuhan materiil dan teknologis, dari perkembangan masyarakat.6
Berdasarkan uraian tertulis di atas, penulis ingin mengajukan judul skripsi "Peran Pesantren Al-Itqon Dalam Pengembangan Keberagamaan Masyarakat Durikosambi-Cengkareng".
B Perumusan Masalah
Sehubungan dengan itu masalah yang perlu di rumuskan dalam pembahasan ini adalah :
1. Usaha apa saja yang di lakukan Pondok Pesantren Al- Itqon dalam pengembangan keberagamaan masyarakat sekitar ?
2. Adakah hambatan yang terjadi dalam melaksanakan pengembangan keberagamaan masyarakat sekitar ?
3. Bagaimana peran Pondok Pesantren Al-Itqon dalam pengembangan keberagamaan masyarakat sekitar ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui usaha yang atau kegiatan yang di lakukan Pondok Pesantren Al-Itqon terhadap masyarakat sekitar.
2. Mengetahi kesulitan yang dihadapi Pondok Pesantren Al-Itqon dalam pengembangan keberagamaan masyarakat sekitar.
3. Mengetahui peran Pondok Pesantren Al-Itqon dalam pengembangan keberagamaan masyarakat sekitar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi dan wawasan bagi para pembaca, tokoh masyarakat sehingga bermanfaat bagi lembaga-lembaga dakwah, khususnya kepada masyarakat luas umumnya.
2. Manfaat Praktis
Dapat meningkatkan kesadaran bagi masyarakat Islam tentang pentingnya suatu lembaga pendidikan pesantren.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah jenis metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Taylor adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.7
a. Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian di Pondok Pesantren Al-Itqon yang terletak di Durikosambi Jakarta Barat, yaitu satu-satunya pesantren yang berada di Durikosambi, karena dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui peran pondok pesantren Al-Itqon dalam pengembangan pengetahuan keagamaam masyarakat sekitar.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data, diantaranya :
1. Wawancara : wawancara dilakukan peneliti secara langsung bertatap muka dengan orang-orang yang dianggap perlu dan mewakili dalam penelitian ini. Wawancara ini dimaksudkan untuk menggali keterangan-keterangan yang mendalam sehingga terkumpul informasi-informasi yang tidak di dapatkan dari telaah kepustakaan.
2. Observasi ( pengamatan ): melakukan pengamatan langsung ke lapangan baik berpartisipasi aktif dalam setiap acara keagamaan juga situasi dan kondisi masyarakat sekitarnya, hingga diperoleh data dari sumbernya.
3. Telaah Kepustakaan : untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan peneltia ini, selain itu telaah kepustakaan juga dimaksudkan untuk memperjelas teori yang digunakan. Telaah kepustakaan didapat dari sumber informasi seperti buku-buku, jurnal, surat kabar dan majalah yang kiranya dapat mendukung penelitian ini dari segi pustaka.
Berdasarkan metode penelitian tersebut di atas penulis berharap mendapatkan data penelitian yang bersifat deskriptif sehingga penulis dapat menganalisa dan menelaah lebih dekat, mendalam, megakar dan menyeluruh, untuk mendapatkan gambaran mengenai peran Pondok Pesantren Al-Itqon dalam pengembangan keagamaan masyarakat Durikosambi-Cengkareng Jakarta Barat.
b. Analisis Data
Data-data yang terkumpul akan dianalisa sesuai dengan jenis data yang terkumpul, dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu penelitian yang berupaya menarik nilai-nilai dari data lapangan yang ditemui secara mendalam.
F. Sistematika Penelitian
Agar sistematisnya penjabaran (Deskripsi) penelitian ilmiah ini, penulis membaginya dalam beberapa bab dan sub-bab, diantaranya :
Bab I : Bab Pendahuluan meliputi : Latar belakang masalah, Pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II : Tijauan kepustakaan tentang : Pengertian dan komponen pesantren, Pengertian peran secara sosiologis, pengembangan masyarakat menurut sosiologi dan pengembangan masyarakat menurut Islam.
Bab III : Bab ini menggambarkan kondisi Pondok Pesantren Al-Itqon diantaranya : sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Itqon, Lokasi pondok Pesantren Al-Itqon dan perkembangan santri sejak tahun 1994 sampai sekarang.
Bab IV : Bab ini berisi tentang peran pesantren Al-Itqon dalam pengembangan keberagamaan masyarakat Durikosambi yang meliputi : Usaha yang dilakukan oleh pesantren, hambatan yang dialami dan peran Pesantren Al-Itqon dalam pengembangan keberagamaan masyarakat sekitar.
Bab V : Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.
1 Abd. Rasyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-1,h.1
2 Ibid, h. 11
3 Manfred Ziemek, Pesantern Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta : Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1986), Cet. Ke-1, h. 2
4 Ibid, h. 96
5 Ibid, h. 2
6 A. H. Nasution, Pembangunan Moral Inti Pembangunan Nasional, (Surabaya : Bina Ilmu, 1995), Cet. Ke-1, h. 211
7 Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Karya, 1989), Cet. Ke- 1, h. 3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Pengertian dan Komponen Pesantren
Perkataan pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe dan akhiran an, berarti tempat tinggal santri. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan juga dijelaskan pesantren berasal dari kata santri, yaitu orang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Sedangkan "santri" berasal dari kata "Chantrik" yang berarti orang yang sedang belajar kepada seorang guru.
Menurut Geertz pengertian santri diturunkan dari kata sansakerta "Shastri" (ilmuan Hindu yang pandai menulis) yang dalam pemakaian bahasa modern memiliki arti yang sempit dan yang luas :
"Artinya yang sempit ialah seorang pelajar sekolah agama yang disebut pondok / Pesantren. Dalam artinya yang luas dan lebih umum kata santri mengacu pada seorang anggota bagian Jawa yang menganut Islam dan sungguh-sungguh yang sembahyang, pergi ke Mesjid pada hari Jum'at dan sebagainya".
Zamakhsari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama hindu. Atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buiku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
Di Indonesia istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok (kamar, gubuk, rumah kecil) dipakai dalam bahasa Indonesia dengan menekankan kesederhanaan bangunan. Sedangkan dalam bahasa Arab berasal dari kata funduq, yang berarti hotel, asrama , rumah, dan tempat tinggal sederhana. Dengan demikian, pesantren adalah sebuah tempat dimana para santri menginap dan menuntut ilmu (mathlab).
Akan tetapi Karel A. Stenbirk membantah dengan tegas bahwa istilah pondok berasal dari India bahkan istilah-istilah pesantren seperti mengaji, langgar, surau, semuanya berasal dari India. Hal itu dapat dipahami pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya mungkin berasal dari India. Para ahli juga berkeyakinan bahwa sebelum Islam datang ke Jawa, di Jawa telah berkembang kepercayaan Budhisme. Bukti ini kiranya menjadi alasan kuat bahwa istilah-istilah pesantren berasal dari India.
Didin Hafidudin juga mengemukakan hal yang sama bahwa pesantren adalah salah satu lembaga Iqomatuddin, diantara lembaga-lembaga Iqomatuddin lainnya yang memiliki dua fungsi utama, yaitu : fungsi kegiatan Tafaquh Fi Ad-Din (pengajaran , pemahaman dan pendalaman agama Islam) dan fungsi Injar (menyampaikan dan mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat).
Secara garis besar pondok pesantren atau lembaga atau tempat pendidikan dan pengajaran agama Islam yang mempunyai tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sebagai salah satu kekayaan budaya Islam, pondok pesantren memiliki ciri khas tersendiri, terlihat dari sistem pendidikan yang digunakan.
Pondok pesantren juga mempunyai beberapa komponen, diantaranya : Kyai, Pondok, Masjid, Santri dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Kelima komponen tersebut merupakan elemen dasar dari tradisi pesantren.
Kyai, adalah merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Keberadaan seorang Kyai dalam lingkungan sebuah pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas Kyai memperlihatkan peran yang otoriter disebabkan karena Kyailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin bahkan juga pemilik tunggal sebuah pesantren. Bahkan dalam kehidupan sebuah pesantren, Kyai mengatur irama perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu pesantren dengan keahlian, kedalaman ilmu, karismatik, dan ketrampilannya. Sehingga segala sesuatu terletak pada kebijaksanaan dan keputusan Kyai.
Kyai dapat juga dikatakan tokoh non-formal yang ucapan-ucapan dan keseluruhan perilakunya akan dicontoh oleh komunitas di sekitarnya serta menjadi teladan yang baik (uswah hasanah) tidak saja bagi para santrinya, tetapi juga bagi seluruh komunitas di sekitar pesantren.
Pondok, adalah asrama bagi para santri dan merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan dengan sistem pendidikan tradisisonal di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di negara-negara lain. Sistem pondok bukan saja merupakan elemen paling penting di tradisi pesantren, tetapi juga penopang utama bagi pesantren untuk dapat terus berkembang..
Masjid, adalah merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari pesantren sebagai pusat kegiatan ibadah serta belajar mengajar, karena di masjidlah pada tahap awal bertumpu seluruh kegiatan di lingkungan pesantren, baik yang berkaitan dengan ibadah, shalat berjama'ah, zikir, wirid, do'a, I'tikaf, dan juga pengajian kitab-kitab Islam klasik.
Menurut Zamakhsyari Dhofier, kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dasar sistem pendidikan Islam tradisional. Sejak zaman nabi pun masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam dan menjadi pusat bagi segenap aktivitas Nabi Muhammad SAW dalam berinteraksi dengan umatnya.
Santri, menurut tradisi pesantren terdsapat dua kelompok santri, yaitu :
1. Santri mukim, ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondik pesantren.
2. Santri kalong, ialah santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren dan mereka tak menetap dalam pesantren. Mereka pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.
Pesantren yang besar dan kecil dapat dilihat dari perbedaan komposisi santri kalongnya. Semakin besar sebuah pesantren akan semakin besar jumlah santri mukimnya. Dengan demikian, pesantren kecil akan memiliki lebih banyak santri kalong dari santri mukim.
Pengajian kitab-kitab klasik, pada masa lalu pengajian kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan di dalam lingkungan pesantren. Kini, meskipun di pesantren telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik tetap diberikan sebagai upaya menerusakan tujuan utama yaitu mendidik calon-calon ulama.
B. Peran
1. Pengertian Peran
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, peran adalah : perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.
Peran tidak dapat dipisahkan dengan status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai status dalam masyarkat, walaupun kedudukan itu berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya.
Sedangkan Gross, Mason dan A. W. Mc Eachern sebagaiman dikutip oleh David Berry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedududukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut masih menurut David Berrry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perolaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.
Dari penjelasan tersebut di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.
2. Tinjauan Sosiologis Tentang Peran
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada makhluk atau manusia lainnya, maka pada posisi semacam inilah, peran sangat menetukan kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan peranannya yaitu : menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat (lingkungan) dimana ia bertempat tinggal.
Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Perana yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.
Di dalam peranannya sebagaimana dikatakan oleh David Berry terdapat dua macam harapan, yaitu : pertama, Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajuban dari pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap " masyarakat " atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.
Dari kutipan tersebut nyatalah bahwa ada suatu harapan dari masyarakat terhadap individu akan suatu peran, agar dijalankan sebagaimana mestinya, sesuai dengan kedudukannya dalam lingkungan tersebut. Individu dituntut memegang peranan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, dalam hal ini peranan dapat dilihat sebagian dari struktur masyarakat, misalnya peranan-peranan dalam pekerjaan, keluarga, kekuasaan dan peranan-peranan lainnya yang diciptakan oleh masyarakat.
C. Pengembangan Masyarakat
1. Pengembangan Masyarakat dari Sisi Sosiologi
Menurut Dunham ( 1958 ) bahwa pengembangan masyarakat sebagai berbagai upaya yang terorganisir yang dilakukan guna meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, terutama melalui usaha yang kooperatif dan mengembangangkan kemandirian dari masyarakat. Ia berfikir bahwa pengembangan masyarkat lebih memfokuskan diri pada pengembangan kehidupan ekonomi, prasarana jalan, bangunan, dan pendidikan.
Dalam pengertian lain yang harus disederhanakan, pengembangan masyarakat atau pengembangan sumber daya manusia diartikan sebagai memperluas horison pilihan bagi masyarakat banyak. Pada negara maju pengembangan masyarakat tidak terlalu difokuskan pada penyediaan kebutuhan dasar masyarakt ( seperti layanan kesehatan, makanan, air bersih, pendidikan dasar dan menengah ), tetapi lebih diarahkan pada mengembangkan proses demokrasi, memperbaiki proses demokrasi yang ada dan mengembangkan konklusi logis dari masalah-masalah yang ada. Tujuan utama pergerakan adalah pengembangan " harga diri " dan kepuasan berpartisipasi. Pada sisi lain, pada berbagai negara berkembang, fokus perhatian dari pengembangan masyarkat lebih diarahkan pada peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan kondisi ekonomi,komunitas, pembuatan fasilitas infrastrktur, membangun fasilitas rumah untuk kelompok miskin, mengembangkan pendidikan dasar, menengah dan kejuruan, serta menyiapkan lapangan kerja.
Secara sosiologis, masyarakat atau society dapat diartikan sebagai kumpulan atau kelompok individu-individu yang memiliki beberapa prsamaa atau kepentingan dan tujuan. Sementara dalam proses menjadinya bentuk masyarakat merupakan hasil dari interaksi yang dilakukan oleh individu-individu sebagai anggotanya. Dalam interaksi tersebut akan terbentuk suatu sistem sosial yang berdasarkan pada norma-norma yang disepakati oleh para anggota masyarakat yang bersangkutan.Perilaku sosial tersebut dilakukan secara berpola oleh seluruh individu sehingga melahirkan suatu kebudayaan yang menjadi pedoman bagi masyarakat pendukungnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ada bebrapa faktor yang menentukan bentuk suatu masyarakat, diantaranya adalah faktor alam atau geografis (determinisme ekologi), kebudayaan, dan atau keyakinan (agama) yang dianut oleh masyarakat.
2. Pengembangan Masyarakat Menurut Islam
Secara etimologis, pengembangan berarti membina dan meningkatkan kualitas, dan masyarkat Islam berarti kumpulan manusia yang beragama Islam. Secara terminologis, pengembangan masyarakat Islam berarti mentransformasikan dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam kehidupan keluarga (usrah), kelompok sosial (jamaah), dan masyarkat (ummah).
Pengembangan masyarakat merupakan upaya mempeluas horison pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat di berdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.
Amrullah Ahmad menyatakan bahwa pengembangan masyarkat Islam adalah sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam perspektif Islam.
Dengan demikian, pengembangan masyarakat merupakan model empiris pengembangan perilaku individual dan kolektif dalam dimensi amal saleh (karya terbaik), dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat. Sasaran individual yaitu setiap individu muslim dengan orientasi sumber daya manusia.Sasaran komunal adalah kelompok atau komunitas muslim dengan orientasi pengembangan sistem masyarakat. Dan sasaran institusional adalah organisasi Islam dan pranata sosial kehidupan, dengan orientasi pengembangan kualitas dan Islamitas kelembagaan.
Menurut Syahrir Harahap dalam bukunya Islam konsep implementasi pemberdayaan, beliau mengemukakan bahwa yang ingin dikerjakan dengan pengembangan masyarakat melalui dakwah Islam adalah menggerakan masyarakat yang tradissional atau transisi menjadi masyarakat yang modern, masyarakat yang berorientasi masa lalu menjadi masyarakat yang berorientasi ke masa depan, dari masyarakat yang pasrah kepada takdir menjadi masyarakat yang memiliki kepercayaan diri dan bertanggunga jawab, dari masyarakat yang stagnan menjadi masyarkat yang dinamis, dan dari masyarakat yang tanpa perencanaan menjadi masyarakat yang memiliki perencanaan dalam hidupnya.
Jika hal ini dapat terlaksana, maka masyarakat akan memberikan partisipasinya yang maksimal terhadap usaha memerangi kemiskinan yang dilakukan. Dengan demikian, masyarakat kita akan memiliki kekuatan untuk mengembangkan diri sendiri untuk bangkit.
Islam mengarahkan manusia agar merencanakan kehidupan dengan berorientasi masa depan. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Al-Insyirah ayat 7-8 :
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
Artinya : " Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Danhanya kepada Tuhan-Mulah hendaknya kamu berharap". (Al- Insyirah :7-8).
Oleh karena itu, manusia harus merencanakan peningkatan taraf hidup dan tidak selalu menyerah pada takdir Tuhan.
Seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Amin Al-Misri dalam bukunya yaitu pedoman pendidikan masyarakat Islam modern bahwa masyarakat Islam ialah masyarakat yang berbeda dari masyarakat-masyarakat lainnya dengan aturan-aturan khasnya perundang-undangan Qur'aniyah, dan individu-individunya yang sama-sama berada dalam 1 kaidah dan sama-sama menghadap ke satu kiblat. Masyarakat ini, mesti terbentuk dari beraneka ragam kaum umum dan tradisi-tradisi yang sama.
Dapat dikatakan bahwa pengembangan masyarakat Islam adalah mengembangkan potensi masyarakat secara Islami agar mampu menghadapi situasi sekarang dan situasi yang akan datang.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantern, (Jakarta : LP3S, 1984), Cet. Ke-3, h.18.
Soegarda PoerbaKawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung, 1976), Cet. Ke-1,
h. 223
Sa'id Aqiel Siradj et. al, Pesantern Masa Depan : Pemberdayaan dan transformasi pesantren,
(Bandung : Pustaka Hidayah, 1999), Cet. Ke-1, h. 133.
Manfred Ziemek, Pesantren dalam perubahan sosial, (Jakarta : P3M, 1986) Cet. Ke-1, h. 99
Zamakhsyari Dhofir, Op.Cit, h.18
Ibid, h. 98
Yasmadi, MA., Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), cet. Ke-1, h. 62
Didin hafidudin, Dakwah Aktual, (Jakarta : Gema Insani Press,1998), h. 120-122.
Zamakhsyari Dhofier, op. cit, h. 44.
Yasmadi, op. cit, h. 64
Zamakhsyari Dhofier, op. cit, h. 45
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667
N. Gross, W.S. Mason, and A.W. Mc Eachern, Exploritations in Role Analysis, dalam David Barry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Ke-3, h. 99
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984), cet. Ke-1, h. 235
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-34, h. 243
David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h. 101
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2003 ), Cet Ke-3, h. 217
Ibid, h. 221
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta : PT Gramedia, 2000), Cet. Ke-XIX, h.25
Nanih Machendarawaty, Agus Ahmad safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Straegi, sampai Tradisi, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-1, h.29
Amrullah Ahmad, strategi dakwah Islam diTengah Reformasi Menuju Indomesia Baru Dalam Memasuki Abad Ke-21 ,( Bandung : Makalah Pada Sarasehan Nasional SMF Dakwah IAIN Sunan Gunung Djati, 1999), h.9
Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, Op. Cit, h. 43
Syahrir Harahap, Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan, ( Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yoqya , 1999 ), Cet. Ke-1, h.132
Muhammad Amin Al-Misri, Pedoman Pendidikan Masyarakat Islam Modern, ( Kuwait : Darul Arqom,1980 ), Cet Ke-1, h. 9-10
Comments (0)
Post a Comment