A. Pengertian Menyetubuhi Wanita di Luar Nikah.
Al-Qur'an dalam merespon permasalahan persetubuhan wanita di luar nikah tidak membedakan antara persetubuhan incest atau prostitusi. Segala persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan di luar pernikahan dinamakan dalam Islam perzinahan. Al-qur'an memandang perbuatan zina sebagai kejahatan (Fakhisyah).
Zina menurut etimologi adalah perbuatan bersetubuh yang tidak syah. Sedangkan menurut terminologi diartikan sebagai perbuatan seorang laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan yang menurut naluriah kemanusuiaan perbuatan itu dianggap wajar, namun diharamkan oleh syar’a.1
Istilah perzinaan dalam pandangan umum mazhab, ulama Malikiyah mendefinisikan zina adalah seorang mukallaf mewath’i (menyetubuhi) faraj yang bukan miliknya secara sah dan dilakukan dengan sengaja. Sementara ulama Syafi’iyah mendefinisikan zina dengan memasukan zakar ke faraj yang haram dengan tidak subhat dan secara naluri memuaskan hawa nafsu.2
Dengan nada yang sama seperti tersebut di atas Ibnu Rusyd mengatakan bahwa zina dalam hukum Islam adalah setiap persetubuhan yang terjadi bukan karena pernikahan yang sah, bukan karena pernikahan yang meragukan (subhat) dan bukan karena kepemilikan hamba.3
Sedangkan Wahbah Al-Zuhaili menyatakan bahwa pengertian zina dalam bahasa dan hukum adalah sama, yaitu persetubuhan seorang laki-laki dengan seorang perempuan pada faraj (vagina) tanpa kepemilikan maupun nikah subhat.4
Imam Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husain dalam kitabnya “Kifayatul Akhyar” menyatakan :5
الزنا من الكبائر وموجب للحد وهو مقصور وقد يمد وضابط ما يوجب الحد وهو إيلاج قدرحشفته من الذكر فى فرج محرم مشتحي طبعا لا شبهة فيه
Artinya :“Zina itu termasuk perbutan dosa besar, dan mewajibkan untuk dihukum had. Dan lafaz Azzina itu maqsur (artinya sesudah alif tidak ada hamzah) dan kadang-kadang memakai hamzah sehingga berbunyi Azzinau, bahwa zina dapat mendatangkan hukuman had tersebut adalah memasukkan khasyafah dari kelamin laki-laki ke lubang kelamin perempuan, lagi pula menurut tabiat manusia vagina itu diinginkan cara memasukkan kelamin itu tidak ada keraguan padanya”
Dalam kitab “Fathul Wahab” Imam Zakariya Al-Ansori menyebutkan:
الزنا يوجب الحد على الملتزم عالما بتحريمة بعلاج حشفة او قدرها بفرج المحرم
Artinya: “Zina itu mengharuskan untuk di had bagi yang melakukannya serta mengetahuinya tentang diharamkannya perbuatan itu dengan memasukkan penis atau kira-kira ke dalam lubang vagina yang diharamkan”
Dengan demikian nampak jelas pengertian zina sebagaimana yang dimaksud dalam berbagai defenisi tadi yang sedikitnya harus didukung tiga (3) unsur pokok yaitu: Al-Amil, Al- Ma’mul ‘Alaih dan dengan tidak adanya nikah yang syah. Al-‘Amil artinya seseorang yang melakukan perzinaan, baik ia seorang laki-laki maupun perempuan. Al-ma’mul Alaih artinya, alat fital yang digunakan untuk berzina, atau penis bagi seorang laki-laki dan vagina bagi seorang perempuan. Tidak dengan nikah yang syah maksudnya, mereka itu (orang lelaki dan orang perempuan) melakukan persetubuhan bukan merupakan pasangan suami istri bagi masing-masing pihaknya, atau dengan kata lain melakukan senggama di luar pernikahan.6
Meskipun para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan zina tetapi mereka sepakat terhadap dua unsur yaitu wathi’ haram dan sengaja atau ada i’tikad jahat. Adapun kadar persetubuhan yang dianggap zina adalah wathi’ haram yaitu masuknya kelamin laki-laki (penis) ke dalam faraj (vagina) wanita sebagaimana masuknya timba ke dalam sumur, meskipun masuknya hanya sedikit saja, maka sudah digolongkan pada pengertian persetubuhan.
B. Ketentuan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang Hukum Menyetubuhi Wanita di Luar Nikah
Menurut Dadang Hawari, bahwa dari segi psikologis pornografi mengakibatkan lemahnya fungsi pengendalian diri terutama terhadap naluri agresifitas fisik mental maupun seksual. Pornografi dapat memicu dan merupakan provokator tindakan-tindakan sebagai akibat lepasnya kontrol diri. Oleh kerana itu, provokasi pornografi yang terbuka terus menerus melampaui batas seperti keadaan dewasa ini akan berdampak pada perzinaan, perselingkuhan, pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah, aborsi, bahkan penyakit kelamin yang tidak bisa diobati yang dikenal dengan aids. Untuk menetralisir ini semua maka harus ada ketentuan hukum yang berlaku baik menurut hukum Islam maupun hukum Positif Indonesia.7
a. Ketentuan Hukum Islam
Dalam Hukum Islam sanksi hukum perkosaan dilimpahkan kepada pelaku perkosaan saja, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 173 sebagai berikut:
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ( البقر ة / ٢ : ١٧٣)
Artinya:“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al Baqarah 2: 173)
Kemudian sabda Rosulaulah SAW:
عن ابى برد ة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رفع عن أمتى الخطا والنسيان وما استكبر هو عليه ( رواه ابيهقى وابن مجاه عن ابن عباس)
Artinya:”Dari Abi Burdah Berkata, Rosulaulah SAW bersabda: “Hukum itu tidak dibebankan kepada umatku yang keliru, lupa, dan yang dipaksa”(H.R Baihaki, Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas)
berdasarkan hukum Islam, hukum menyetubuhi wanita di luar nikah ada beberapa ketentuan yaitu:
1. Zina Muhson, artinya perzinaan yang pelakunya telah mencukupi persyaratan sebagai berikut:
- Pezina telah dewasa
- Pezina orang yang berakal sehat
- Pezina termasuk orang yang merdeka
- Pezina telah melakukan persetubuhan dalam pernikahan yang sah.
2. Zina Ghairu Muhson, artinya pezina yang pelakunya tidak mencukup persyaratan muhson.
Perbedaan yang prinsipil antara zina muhson dan zina ghairu muhson adalah terletak antara pernah mengalami senggama dengan cara yang sah dengan yang belum pernah merasakan atau memang belum pernah kawin sama sekali. Maka apabila terjadi perzinahan antara salah seorang laki-laki dengan salah seorang perempuan, boleh jadi kedua-duanya telah ihshon, atau salah satunya lagi belum serta boleh jadi kedua-duanya ghairu muhson. Muhson dan tidaknya perzinahan itu hanya dilihat dari para pelakunya, yang pada akhirnya untuk menentukan kadar masing-masing pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.8
Demikian itu berlaku bagi ketentuan orang-orang yang merdeka, sedang bagi budak atau hamba kemerdekaannya itu tidak menjadi syarat. Seorang budak yang telah dewasa dan berakal sehat, apabila ia melakukan perzinahan dan sebelumnya belum pernah melaksanakan akad pernikahan, maka ia dihukum zina ghairu muhson. Sebaliknya seorang budak berakal sehat dan telah dewasa serta telah merasakan nikmatnya senggama dalam hubungan suami istri yang sah, lalu berzina maka baginya di sebutkan pezina muhson.
3. Sanksi hukum
Sanksi atau hukuman bagi para pezina dibedakan menjadi dua macam, yaitu: rajam dan dera ditambah dengan hukuman pengasingan. Sanksi bagi orang yang merdeka berbeda dengan orang yang tidak merdeka (budak atau hamba sahaya)
a. Rajam
Hukum rajam artinya, para pezina baik laki-laki maupun perempuan dilempari batu kerikil (koral) sampai mati. Penggunaan batu yang kecil itu dimaksudkan agar terpidana dapat merasakan kesakitan sedikit demi sedikit dan agar berlangsung lebih lama penyiksaan itu. Hukuman itu setimpal dengan kejahatan yang ia perbuat. Hukuman rajam itu dilakukan di depan umum untuk peringatan bagi masyarakat, sebagai perhatian dan pendidikan internasional. Sanksi atau hukuman rajam ini hanya di peruntukan kepada para pezina yang telah mencukupi syarat-syarat ihshon. Sabda Rosulaulah SAW:
عن أبى هرير ة قال : أتى رجل رسو ل ا لله صلى الله عليه وسلم وهو فى المجد فناداه فقال : يارسول لله إني زنيت فأعر ض عنه حتى ردد عليه أربع مر ات فلم شهد على نفسه أربع شهاد ت دعاه انبى صلى الله عليه وسلم : فقال ابك جنون قال :لا، فهل احصنت قال: نعم فقال النبى صلى الله عليه وسلم إذ هبوا فار جموه (رواه البخارى )
Artinya: Dari Abi Hurairoh RA mengabarkan seorang laki-aki telah datang menghadap Rosulaulah SAW, di dalam masjid seraya berkata ya Rosulaulah sesungguhnya aku telah berbuat zina mendengar pengakuan itu kemudian Rosulaulah berpaling sehingga orang tersebut mengulangi pengakuan itu , Rosulaulah kemudian berpaling sehingga orang tersebut mengulangi pengakuan sampau 4 kali, kemudian Nabi SAW bertanya apakah kamu gila? Jawabnya: tidak! Apakah kamu sudah beristri? Benar! Lalu Rosulullah menyuruh para sahabat bawalah ia pergi dan rajamlah ia (H.R Imam Bukhori)9
b. Dera dan Pengasingan
Hukuman dera atau cambuk dilakasanakan sampai batas maksimal 100 kali deraan, pelaksanaan hukuman ini tidak mempunyai motif pembunuhan. Jadi unsurnya berbeda dengan pelaksanaan hukuman rajam karena bermotif untuk membunuh kepada terhukum.
Namun demikan, hukuman dera ini tidak menutup kemungkinan bahwa orang-orang yang diancam atau tidak dikenakan akan mati dalam pelaksanaannya, bahkan boleh jadi mereka mati sebelum target seratus kali dilaksanakan.10
Pelaksanaan hukuman dera ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 4:
الزّانية والزّاني فاجلدوا كلّ واحد منهما مائة جلدة ولا تأخذكم بهما رأفة في دين اللّه إن كنتم تؤمنون باللّه واليوم الآخر وليشهد عذابهما طائفة من المؤمنين ( النور /٢٤:٢)
Artinya:”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.)Qs.An-Nur/24:2)
Ketentuan hukuman ini berlaku bagi para pezina yang bukan muhson. Demikian menurut pendapat para ulama, Imam Abu Hanipah, Imam Hambali, Imam Malik, Imam Syafi’i, Al-Qurtubi dan lain-lain.
Pezina yang bukan muhson di samping dikenakan hukuman seratus kali dera, masih dikenakan pula hukuman pengasingan selama satu tahun, ketentuan itu diambil dari keterangan sebuah hadis :
عن زيد بن الخلق : سمعت النبي صلى الله عليه وسلم : يأمر فيمن زنى لم يحصن مائة جلدة وتغر يب عام (رواه البخاري)
Artinya:“Dari Zaid bin Khaliq dia berkata: bahwa saya telah mendengar dari Nabi SAW, beliau memerintahkan dalam perkara orang yang berzina tidak muhson agar diberi sanksi seratus kali deraan dan diasingkan satu tahun" (HR. Bukhori).11
Dalam sanksi hukum tambahan ini (hukuman pengasingan) para fuqoha berbeda pendapat:12
1. Menurut Imam Malik: dalam hukuman pengasingan (buang) hukuman dikenakan kepada laki-laki saja, sedang perempuan tidak.
2. Menurut Imam Ahmad Ibnu Hanbal menyetujui hukuman pengasingan selama satu tahun sebagai hukuman tambahan terhadap hukuman dera.
3. Imam Abu Hanifah terhadap hukuman pengasingan sebagai hukuman tambahan setelah pertimbangan hakim atau kebijaksanaannya yang menagani perkara.
4. Sedang pendapat kebanyakan para ulama sebagaimana pendapat Imam Ahmad, yang juga diantaranya Imama Syafi’i Alqurtubi, Atho, Thowus, dan para khulafa rassyidin mengatakan perlunya di berikan hukuman dera dan pengasingan bagi para pelaku yang tidak muhson.
Melihat dari penjelasan di atas yang diberikan oleh para fuqoha maka pada dasarnya seluruh ulama menyetujui hukuman pengasingan bagi pelaku laki-laki dengan memperhatikan beberapa bukti agar hukuman dapat diterapkan atau dijatuhkan terhadap pelaku.bukti-bukti tersebut adalah Iqrar atau pengakuan dari orang yang berbuat.
Menurut Fathurrahman dalam bukunya hadis-hadis peradilan agama menyatakan bahwa pengakuan adalah pernyataan seorang baik berupa ucapan atau tulisan dan lain sebagainya bahwa orang lain mempunyai hak atas sesuatu yang berada dalam diri atau suatu pernyataan (delik) suatu perbutan pidana. 13 Perbuatan ini di benarkan berdasarkan firman Allah:
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا ءَاتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ ءَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ. ( ال عمران / ٣: ٨١)
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.(Qs. Al-Imran / 3 :81)
Agar pengakuan dapat dijadikan sebagai bukti untuk menetapkan adanya suatu delik hendaknya dipenuhi tiga syarat yaitu:
a. Pengakuan harus benar, artinya dinyatakan oleh orang yang sehat pikiran atau dan tidak dalam keadaan terpaksa.
b. Pengakuan itu baik berupa lisan atau tulisan hendaknya dikemukakan secara tegas jelas dan terperinci.
c. Berdasarkan kesaksian 4 orang saksi yang adil. Demikian menurut kebanyakan para ulama.
Firman Allah dalam surat An-nisa ayat 15:
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا. (النساء / ٤ : ١٥)
Artinya: "Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.(QS. An-Nisa/4:15)
Tindak pidana dalam Islam, sudah ditentukan sanksi hukumnya. Ketentuan ini mempunyai tujuan agar manusia tidak terjerumus dalam perbuatan yang dimurkai Allah. Berkaitan dengan menyetubuhi wanita di luar nikah yang penulis bahas sekarang ini, Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa alasan perbuatan tersebut sebagai tindak pidana yaitu (1) Perbuatan tersebut adalah zina, dan zina menghilangkan nasab. Maka secara otomatis menyia-nyiakan harta warisan ketika orang tuanya meninggal. (2) Zina dapat menyebabkan penularan penyakit yang berbahaya kepada orang yang melakukannya seperti penyakit kelamin dan sebagainya, (3) Zina merupakan salah satu sebab timbulnya pembunuhan, karena rasa cemburu merupakan insting yang ada pada manusia, (4) Zina dapat menghancurkan rumah tangga dan meruntuhkan eksistensinya, bahkan lebih dari itu dapat memutuskan hubungan keluarga termasuk anak-anaknya, (5) Zina hanya sekedar hubungan bersifat sementara, dan tidak ada masa depan dan kelanjutannya sebab hakikat dari perbuatan zina sama saja dengan perbuatan binatang. 14
b. Ketentuan Hukum Positif.
Pergaulan bebas antara muda-mudi seperti yang terjadi sekarang ini, sering kali membawa kepada hal-hal yang tidak dikehendaki, yakni terjadinya kehamilan sebelum sempat dilakukan pernikahan. Banyak media masa yang meliput masalah ini, yang kadang kala menjadi berita yang menarik. 15
Prilaku seks bebas yang dilakukan remaja modern baik dengan pasangannya (pacar) maupun dengan kekasih gelapnya, telah menambah panjang deretan wanita hamil di luar nikah. Sebagian memilih menggugurkan kandungannya, tak sedikit pula yang membesarkan kandungannya lalu membuang bayi itu sesaat setelah melahirkan, dan yang “beradab” segera menikahkan wanita itu sebelum kandungannya membesar yang oleh mereka disebut “married by accident” atau pernikahan karena “kecelakaan” yang disengaja. 16
Dengan demikian hamil sebelum diadakan akad pernikahan telah menjadi problema yang butuh pemecahan, karena membawa kepada kegelisahan masyarakat, terutama orang tua murid, guru, tokoh masyarakat, apalagi sarjana muslim dan para ulama, yang di tangan merekalah terletak tanggung jawab yang besar, terlebih lagi menyangkut hukum Islam dan syari’at. 17
Ditinjau dari segi sosiologis, karena merasa malu orang tua yang kebetulan putrinya hamil di luar nikah berusaha di saat cucunya lahir ada ayahnya. Untuk itu mereka segera menikahkan putrinya dengan seorang laki-laki baik laki-laki itu yang menghamilinya atau bukan. Dengan terjadinya praktek-praktek seperti ini, maka sangat relevan untuk dibahas kedudukan hukum positif di Indonesia dalam masalah persetubuhan di luar nikah.
Dalam KUHP BAB XIV Pasal 284 termaktub: Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun jika Seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui,pasal 27 BW berlaku baginya dan Seorang wanita telah nikah yang melakukan zina. Dan juga Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui bahwa yang turut bersalah telah menikah.serta Seorang wanita tidak nikah yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah nikah pada pasal 27 BW berlaku baginya.18
Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu juga. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama pernikahan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.19
Dengan disebutkan pasal 27 BW sebagai ukuran, timbul keganjilan. Warga negara Indonesia yang tunduk kepada pasal 27 BW adalah orang-orang Eropa dan Cina yang tidak tunduk adalah orang-orang Indonesia asli, orang Arab, India dan Pakistan, serta orang lain yang bukan Eropa kecuali Cina.20
Akan tetapi, bagi orang-orang Islam di antara orang-orang Indonesia asli dan lain-lain tadi, menurut hemat saya tidak ada alasaan untuk mengadakan diskriminasi antara seorang istri dan seorang suami. Kalau alasan untuk diskriminasi ini dicari pada ukuran monogami atau poligami, ini tidak tepat, justru karena agama Islam memperbolehkan laki-laki menperbolehkan mempunyai empat istri, lebih beralasan untuk melarang seorang suami Islam bersetubuh yang bukan istrinya. Jika laki-laki Islam itu baru mempunyai satu atau dua atau tiga istri ia masih dapat menghindarkan tindak pidana zina dengan mengawinin seorang yang diinginkannya. Berbeda dengan seorang laki-laki yang tunduk pada aturan monogami.21
Maka menurut saya, sebaiknya pasal 284 KUHP diubah sehingga sama bunyinya dengan pasal yang bersangkutan dari KUHP Belanda.22
Pasal 285. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Yang di ancam hukuman dalam pasal ini adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia. Pembuat undang-undang ternyata menganggap tidak perlu untuk menentukan hukuman bagi perempuan yang memaksa untuk bersetubuh, bukanlah semata-mata paksaan dari perempuan terhadap laki-laki dipandang tidak mungkin, akan tetapi justru karena perbuatan bagi laki-laki di pandang tidak mengakibatkan sesuatu yang buruk atau yang merugikan. Bukankah seorang perempuan ada bahaya untuk melahirkan akibat perbuatan tersebut?
Pasal 286 disebutkan Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahui wanita itu dalam keadaan pingsan, atau tidak berdaya diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal ini mengancam dengan maksimum hukuman penjara sembilan tahun barang siapa yang -di luar perkawinan-bersetubuh dengan seorang perempuan yang ia tahu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, sedangkan pasal 290 nomor satu mengancam dengan hukuman maksimum hukuman penjara tujuh tahun barang siapa yang bercabul dengan seorang yang ia tahu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.23
Pasal 287 juga menyebutkan Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus dijaga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294.
Pasal 288 menyebutkan pula Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam pernikahan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa sebelum mampu kawin, diancam, apabila perbuatan luka-luka dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Jika mengakibatkan mati dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal semacam ini dalam KUHP belanda tetapi di Indonesia di adakan, konon katanya di indonesia terdapat Kinderhuwelijken, yaitu perkawinan yang istrinya masih sangat muda.24
Hukuman maksimum empat tahun penjara ini dinaikkan menjadi delapan tahun apabila akibat perbuatan tersebut luka berat (ayat 2) dan menjadi dua belas tahun apabila mengakibatkan matinya si istri.25
Pasal. 289 menyebutkan Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Mirip dengan tindakan ini adalah dengan kualifikasi penyerangan kesusilaan dengan perbuatan ( feitelijke aanranding der eerbaarheid) dirumuskan sebagai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan padanya perbuatan cabul dengan ancaman hukuman maksimum sembilan tahun penjara.
Menurut komentar para penulis belanda, perbuatan yang dipaksakan dalam pasal ini-perbuatanj cabul-merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan bersetubuh dari padasal 285 sebagai pengertian khusus.26
Pasal. 290 tertulis Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya dan Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya diduga, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin. Dan Barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak belum mampu kawin. untuk atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul atau bersetubuh di luar pernikahan dengan orang lain.
Dalam pasal ini nomor 1 telah dirumuskan dua tindak pidana lain, yaitu pasal 286 nomor 1. sedangkan nomor 2 dan 3 mngancam dengan maksimum hukuman penjara tujuh tahun barang siapa yang berbuat cabul dengan seseorang yang ia tahu atau pantas harus dapat mengira bahwa orang itu beluym berusia 15 tahun atau belum pantas untuk kawin, atau membujuk orang itu untuk bercabul atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang ketiga.
Pasal 291 berbunyi Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289, dan 290, mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, dan 290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
C. Wanita Yang Haram Disetubuhi.
Allah menciptakan manusia di muka bumi ini dengan tujuan agar manusia dapat mengisi, memakmurkan hidup dan kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Agar tujuan ini dapat terealisasikan, maka Allah menetapkan aturan beserta hukum-hukumnya. Berikut ini penulis paparkan macam-macam wanita yang haram disetubuhi karena hubungan nasab.
Para ulama mazhab sepakat bahwa wanita-wanita tersebut di bawah ini haram disetubuhi karena hubungan nasabnya:
1. Ibu, termasuk nenek dari pihak ayah atau pihak ibu
2. Anak-anak perempuan, termasuk cucu perempuan dari anak laki-laki atau anak perempuan, hingga keturunan di bawahnya.
3. Saudara-saudara perempuan, baik saudara seayah, seibu maupun seayah dan seibu.
4. Saudara perempuan seayah, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ayah dan seterusnya.
5. Saudara perempuan seibu, termasuk saudara perempuan kakek, dan nenek dari pihak ayah, dan seterusnya.
6. Anak-anak perempuan saudara laki-laki hingga keturunan di bawahnya.
7. Anak-anak perempuan saudara perempuan hingga keturunan di bawahnya.27
Dalil yang di jadikan pijakan untuk itu adalah surat An-Nisa ayat 23 yang berbunyi:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيماا. (النساء / ٤ :٢٤)
Atinya : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.s. An-Nisa/ 4:23).
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Telah Termaktub Pasal 39 menyebutkan Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan : Karena pertalian nasab, Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya, Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu, Dengan seorang wanita saudara yang melahirkanya.28
Karena pertalian kerabat semenda Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya,Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya.Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al-dukhul.
1. Karena pertalian susuan Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garus lurus ke atas, Dengan seorang wanita susuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah, Dengan seorang wanita saudara sesusuan dan dengan kemenakan sesusuan ke bawah Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas. dengan anak yang di susui oleh istrinya dan keturunannya.
Pasal 40 Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain, Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain, Seorang wanita yang tidak beragama Islam.29
Pasal 41 Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau susuan dengan istrinya, Saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya, Wanita dengan bibinya atau kemenakannya.Larangan tersebut tetap berlaku meskipun istri-istrinya telah ditalak raj’i, tetapi masih dalam masa iddah.30
Pasal 42 Seorang pria dilarang melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempat-empatnya masih terikat tali pernikahan atau masih iddah talak raj’i maupun salah seorang di antara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj’i.
Pasal 43 Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria, Dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga, Dengan seorang wanita bekas istrinya yang dili’an. Larangan tersebut gugur kalau bekas istri telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis masa iddahnya.
Hukum talak bain kubro sama dengan talak bain sugro, yaitu memutuskan tali perkawinan antara suami dan istri. Tetapi talak bain kubro tidak menghalalkan bekas suami untuk merujuknya kembali bekas istri kecuali sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya (telah bersenggama) tanpa ada niat nikah tahlil.31
Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 230:
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ ( البقرة/ ٢ : ٢٣٠ )
Artinya:”Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.(Q.s. Al-Baqarah / 2:230)
Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa mendatangkan empat orang saksi,maka suami diharuskan bersumpah empat kali dan yang kelima kali dilanjutkan dengan menyatakan bersedia menerima laknat Allah apabila tindakannaya itu dusta. Istri yang mendapat tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau mau bersumpah seperti sumpah suami di atas empat kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia mendapat laknat bila tuduhan suami itu benar. sumpah demikian disebut sumpah li’an. Apabila terjadi sumpah lian antara suami dan istri maka putuslah hubungan perkawinan untuk selama lamanya.32 Keharaman ini berdasarkan firman Allah swt dalam surat An Nur ayat 6-9:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ. وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ. وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ. وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ. ( النور / ٢٤ : ٦- ٩ )
Artinya:"Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.(Qs.An-Nur / 24 : 9)
Pasal 44 Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Para ulama sepakat bahwa laki-laki muslim tidak halal kawin dengan dengan perempuan penyembah berhala, perempuan zindiq, perempuan keluar dari Islam, penyembah api, perempuan beragama politeisme. 33
Berdasarkan firman Allah dalam surat al baqarah ayat 221:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُون ( البقرة / ٢ : ٢٢١ )
Artinya:”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.(Qs .Al Baqarah / 2: 221)
D. Sebab dan Akibat Menyetubuhi Wanita Di Luar Nikah
a. Sebab Menyetubuhi Wanita di Luar Nikah
Seks adalah bagian dari kehidupan dan sesuatu yang suci dan sakral.22 Manusia antara laki-laki dan perempuan dibekali oleh dorongan seksual yang berbeda sifatnya, dimana antara yang satu sebagai pelengkap bagi pihak lainnya. Pada masa kanak-kanak dorongan seksualitas ini khususnya yang berhubungan dengan coitus belum terlaksana. Tetapi setelah usia remaja dimana organ-organ seksualitas ini telah mulai matang maka kebutuhan coitus itu merupakan kebutuhan alami, yaitu sebagai kebutuhan motivasi kebutuhan dasar seks yang pada saat itu memerlukan sambutan dari luar. Hanya dalam kehidupan masyarakat pelaksanaan seksualitas ini diatur. Bila pelaksanaan perbuatan coitus dilakukan di luar norma-norma yang diatur, maka perbuatan itulah yang disebut persetubuhan di luar nikah atau perzinaan.34
Menyetubuhi wanita di luar nikah dinyatakan oleh agama sebagai perbuatan zina. Perbuatan ini sangat melanggar hukum yang tentu saja dan sudah seharusnya diberi hukuman maksimal, mengingat akibat yang ditimbulkan sangatlah buruk, lagi pula mengundang kejahatan dan dosa. Hubungan (free sex) dan segala bentuk hubungan kelamin lainnya di luar ketentuan agama adalah perbuatan yang membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat di samping perbuatan yang sangat nista.35
Firman Allah SWT dalam surat Al Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا ( ألاء سراء / ١٧: ٣٢)
Artinya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk”. ( Qs. Al-Isra / 17:32 )
Dalam kasus perkosaan banyak melibatkan faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya kejahatan ini, faktor yang jelas-jelas kita rasakan melalui tayangan-tayangan acara yang berbau seks yang sudah berlebihan, pornografi dalam segala bentuknya yang paling kotor beredar secara luas ataupun pengaruh obat-obatan. Di samping penyebab-penyebab lainnya yang dapat mengikis habis nilai-nilai spiritual rusaknya mentalitas kaum muda yang pada akhirnya banyak kasus-kasus pergaulan bebas terjadi diakibatkan pengaruh faktor-faktor di atas. Di samping ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya persetubuhan di luar nikah, antara lain yang bersumber dari dalam diri pelaku yaitu:36
1. Menyangkut keimanan dalam beragama pada dirinya. Salah satu faktor keimanan dalam beragama ini sangat mempengaruhi seorang pelaku pembuat kejahatan. Biasanya seorang manusia yang tidak beriman akan mudah sekali terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan. Karena tidak ada sesuatu dalam dirinya yang menghalangi untuk berbuat kejahatan itu. Berbeda jika seorang mempunyai keimanana pada dirinya. Ini sesuai yang dinyatakan Zakiah Daradjat, bahwa seseorang yang keimanannya telah menguasainya, walau apapun yang terjadi tidak akan mengganggu atau mempengaruhinya. Ia yakin bahwa keimanan itu akan membawanya kepada ketentraman dan ketenangan bathin37
2. Menyangkut kepribadiannya. Kepribadian seorang akan mempengaruhi segala tindak-tanduknya di mana pribadi ini biasanya menyangkut kejiwaan seseorang. Jika terdapat kekacauan pada kejiwaan seseorang maka tidak heran apabila timbul keinginan orang tersebut untuk melakukan kejahatan-kejahatan karena diakibatkan oleh apa saja yang menimpa dirinya itu.
3. Media elektronika. dalam media elektronika terdapat tayangan-tayangan yang disajikan melalui media televisi menampilkan film-film yang berbau seks. Iklan yang menampilkan adegan atau dialog yang memancing konotasi porno. Kemudian musik-musik yang membawa pada dunia khayalan, bahkan sekarang yang marak adalah VCD yang menampilkan film-film porno. Banyak kemudian melalui internet yang dapat menampilkan seseorang dalam keadaan telanjang.38
4. Melalui media surat kabar. Berita-berita surat kabar mulai dari gosip sampai kenyataan dapat dilihat di surat kabar ataupun majalah-majalah yang di dalamnya dapat dilihat gambar-gambar porno yang memperlihatkan kemulusan dan kemolekan tubuh seorang wanita. Pornografi dalam berbagai bentuknya memang besar pengaruhnya, banyak kasus peersetubuhan di luar nikah terjadi hanya karena si pelaku terpengaruh oleh film porno, gambar porno atau materi pornografi lainnya yang baru saja dinikmatinya.39
b. Akibat persetubuhan di luar nikah.
Hubungan seksual berlainan jenis tidak dapat dihindarkan, karena ini merupakan tuntutan biologis untuk mengembangkan keturunan dan juga merupakan rahmat Tuhan yang tidak ternilai. Bagi mahluk selain manusia dalam melakukan hubungan seks, akibatnya kurang dan tidak dapat diperhitungkan. Akan tetapi, bagi manusia hal ini akan berakibat fatal apabila tidak melalui saluran yang semestinya dan tidak memikirkan akibat sampingnya.40
Hubungan seks sangat erat kaitannya dengan pernikahan, karena dengan pernikahan inilah awal mula seorang laki-lai dan seorang wanita dihalalkannya untuk bersetubuh. Tanpa diawali dengan pernikahan maka seorang laki-laki dan seorang wanita diharamkan untuk berhubungan seksual, dalam hal ini yang kita bahas dengan persetubuhan. Maka penulis ingin mengungkapkan:
Adapun akibat persetubuhan di luar nikah adalah sebagai berikut:41
1. Persetubuhan di luar nikah merupakan sebab langsung menularnya penyakit-penyakit yang sangat membahayakan, lagi pula turun-menurun dari ayah ke anak, ke cucu dan seterusnya, seperti sphilis, gonorhoe, lymphogranuloma ingunale, geanuloma venereum dan ulcusmolle.
2. Zina merupakan salah satu sebab terjadinya pembunuhan, karena sifat atau rasa cemburu yang memang sudah nenjadi watak manusia. Bukankah sangat sedikit laki-laki yang baik atau perempuan yang mulia yang bisa merelakan begitu saja penyelewengan hubungan kelamin. Seorang laki-laki malah bahkan tidak melihat jalan lain guna menghapus noda-noda hitam yang menimpa diri dan keluarganya, melainkan dengan jalan dialirkannya darah.
3. Zina mengakibatkan rusaknya rumah tangga, menghilangkan harkat keluarga, memutuskan tali pernikahan/perkawinan dan membuat buruknya pendidikan yang diterima oleh anak-anak. Hal ini tak kurang menyebabkan sang anak sering memilih jalan yang sesat, melakukan penyelewengan dan pelanggaran hukum.
4. Dalam perzinaan terselip unsur menyia-nyiakan keturunan dan pemilikan harta kepada selain orang yang berhak atasnya, yakni pewarisan harta si pelaku kepada anak-anak jadah.
5. Zina merupakan pembebanan yang justru menimpa diri pezina itu sendiri, dimana dengan hamilnya wanita yang dizinainya, maka sang pezina terpaksa mendidik atau mengasuh anak yang secara hukum bukan anaknya.
6. Zina adalah hubungan kelamin sesaat yang tak bertanggung jawab. Perbuatan semacam ini merupakan perbuatan binatang yang semestinya dihindari oleh setiap manusia yang menyadari.42
7. Selain merupakan sarana penyaluran kebutuhan biologis ( insting seks ) nikah juga merupakan pencegah penyaluran pada jalan yang tidak dikehendaki agama. Nikah mengandung arti larangan menyalurkan potensi seks dengan cara-cara di luar ajaran agama atau menyimpang.itulah sebabnya agama melarang pergaulan bebas, dansi-dansi, gambar-gambar porno dan nyanyian-nyanyian yang merangsang serta cara-cara lain yang dapat menenggelamkan nafsu birahi atau menjerumuskan orang kepada kejahatan seksual yang tidak dibenarkan agama. Dengan larangan ini dimaksudkan agar rumah tangga tidak dirasuki oleh hal-hal yang dapat melemahkannya dan agar suatu keluarga tidak dilanda broken home.
8. Zina adalah salah satu di antara sebab-sebab dominan yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran peradaban, menularkan penyakit-penyakit yang sangat berbahaya, mendorong orang untuk terus menerus hidup membujang serta praktek hidup bersama nikah, dengan demikian zina merupakan sebab utama dari pada kemelaratan, pemborosan, kecabulan dan pelacuran.43
TINJAUAN TEORITIS TENTANG MENYETUBUHI WANITA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Comments (0)
Post a Comment