AKHLAK TERHADAP ALLAH & RASULNYA

AKHLAK TERHADAP ALLAH SWT
Titik tolak akhlak terhadap Allah SWT adalah pengakuan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-fifat terpuji, demikian agung sifat agung itu, yang janganka manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Mahasuci engkau wahai Allah kami tidak mampu memuji-Mu, pujian atas-Mu, adalah yang Engkau pujikan kepada diri-Mu, demikian ucapan para Malaikat.
Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk memuji-Nya, Wa qul al-hamdulillah (Katakan “al-hamdulillah”). Mahasuci Allah dan segala sifat yang mereka sifatkan kepada-Nya, kecuali (dari) hamba-hamba allah yang terpilih dalam firman Allah SWT QS. ash-Shaffat :159-160 ;
Teramati bahwa semua makhluk hidup kecuali Nabi-Nabi tertentu selalu menyertakan pujian mereka kepada Allah dangan mensucikan-Nya dari segala kekurangan. Dan para malaikat mensucikan sambil memuji Tuahan mereka dalam surat Asy-Syura : 5 ;
Semua itu menunjukan bahwa makhluk tidak dapat mengeta dengan baik dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allh SWT. Itu sebabnya mereka sebelum memuji-Nya bertasbih terlebih dahulu dalam arti menyucikan-Nya. Jangan sampai pujian yang mreka ucapkan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Bertitik tolak dari uraian mengenai kesempurnaan Allah, tidak heran kalau Al-Qur’an memerintah manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.
Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menjadikan Allah sebagai “wakil”. Misalnya firman-Nya dalam Al-muzzammil (73):9:
(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung).Kata “wakil” bisa diterjemahkan sebagai “pelindung”. Kata tersebut pada hakikatnya terambil dari kata “wakala-yakin” yang berarti mewakilkan.Apabila seseorang mewakilkan kepada orang lain (untuk susunan persoalan), maka ia telah menjadikan orang yang mewakili sebagai dirinya sendiri dalam menangani persoalan tersebut, sehingga sang wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya.
Menjadikan Allah sebagai wakil sesuai dengan makna yang disebutkan di atas berarti menyerahkan segala persoalan kepada-Nya. Dialah yang berkehendak dan bertindak sesuai dengan kehendak manusia yang menyerahkan perwakilan kepada-Nya.
Makna seperti itu dapat menimbulkan kesalah pahaman jika tidak dijlaskan lebih jauh. Pertama sekali harus diingat bahwa keyakinan tentang keesaan Allah antara lain berarti bahwa perbuatanya esa, sehingga tidak dapat disamakan dengan perbuatan manusia, walaupun penamaannya sama. Sebagai contoh, Allah Maha Pengasih (Rahim) dan Maha Pemurah (Karim). Sifat ini dapat pula dinisbahkan kepada manusia, karena mempersamakan hal akan berakibat gugurnya makna keesaan.
Allah SWT.yang kepada-Nya diwakilkan segala persoalan ada yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui,Maha Bijaksana dan semua yang mengandung pujiaan. Manusia sebaliknya, memiliki keterbatasan pada segala hal. Jika demikian “perwakilan” pun berbeda dengan perwakilan manusia.
Benar bahwa wakil diharapkan dan dituntut untuk mementaruhkan kehendak yang mewakilkan. Namun, karena dalam perwakilan manusia sering terjadi kedudukan maupun pengetahuan orang yang mewakilkan lebih tinggi daripada sang wakil,dapat saja orang yang mewakilkan tidak menyetujui atau membatalkan tindakan sang wakil atau menarik kembali perwakilannya.Jika seseorang menjadikan Allah sebagai wakil, hal serupa tidak akan terjadi, karena sejak semula telah menyadari keterbatasan dirinya, dan menyadari pula kemahamutlakan Allah SWT. Oleh karena itu, ia akan menerima dengan sepenuh hati, baik mengetahui maupun tidak hikmahsuatu perbuatan Tuhan.
Allah mengetahui dan kamu sekalian tidak mengetahui (QS Al-Baqarah:216).
Dan tidak wajar bagi lelaki mukmin, tidak pula bagi wanita mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka (QS Al-Ahzab [33]:36).
Demikian salah satu perbedaan antara perwakilan manusia kepada Tuhan dengan perwakilan manusia kepada selain-Nya.Perbedaan kedua adalah dalam keterlibatan orang yang mewakilkan.Jika anda mewakilkan orang lain untuk melaksanakan sesuatu. Anda telah menugaskannya untuk melaksanakan hal tertentu. Anda tidak perlu melibatkan diri, karena hal itu telah dikerjakan oleh sang wakil.
Perintah bertawakal kepada Allah -–atau perintah menjadikan-Nya sebagai wakil— terulang dalam bentuk tung (tawakal) sebanyak sembilan kali, dan dalam bentuk ja (tawakkalu) sebanyak dua kali. Semuanya didahului oleh perintah melakukan sesuatu, lantas disusul dengan perintah bertawakal. Perhatikan misalnya Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 61:
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglahkepadanya, dan bertawakallah kepada Allah. Yang lebih jelas lagi adalah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah
Serbulah mereka melalui pintu gerbang (kota); apabila kamu memasukinya,niscaya kamu akan menang, dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman. Jika Anda telah merasa yakin terhadap kesempurnaan Allah, segala yang dilakukan-Nya adalah baik serta terpuji, Anda harus percaya bahwa:
Apa saja nikmat yang kamu peroleh aalah dari Allah,dan apa saja bencana yang menimpamu, itu dan (kesalahan) dirimu sendiri (QS An-Nisa’ [4]: 79).
Al-Qur’an memberi contoh bagaimana seharusnya seorang muslim mengekspresikan keyakinan itu dalam ucapan-ucapannya. Perhatian pengajaran Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah
Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai, dan bukan (Jalan) mereka yang sesat (QS Al-Fatihah [1]:7)
Disini, petunjuk jalan menuju kebaikan dinyatakan bersumber dari Allah yang memberi nikmat. Perhatikan redaksi ayat atas “yang telah Engkau anugerahi nikmat”. Tetapi,ketetapan berbicara tentangf jalan orang-orang sesat dan yang mendapat murka, tidak dinyatakan “jalan orang-orang yang Engkau murkai,”tetapi”yang dimurkai,” karena murka dan mengandung makna negatif,sehingga tidak wajar disandar kepada Allah.Perhatikan juga ucapan Nabi Ibrihim a.s.:
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku (QS Asy-Syu’ara’ 80)
Karena penyakit merupakan sesuatu yang buruk, tidak dinyatakan bahwa ia berasal dari Tuhan, Tetapi, apabila aku saat kesembuhan yang merupakan sesuatu yang terpuji, dinyatakan bahwa “Dia (Allah) yang menyembuhkan”.
Sekali lagi, bacalah firman Allah dalam surat Al-Kahfi yang mengisahkan perjalanan Nabi Musa a.s. bersama seorang hamba pilihan Allah (Khidir a.s.).
Ketika sang hamba Allah itu membocorkan perahu, dia berulah “Aku ingin merusaknya” (ayat 79), ini disebabkan karena pembocoran perahu tampak sebagai sesuatu yang buruk. Tetapi ketika ia membangun kembali tembok yang hampir rubuh, kalimat yang digunakan adalah “Maka Tuhanmu menghendaki” (ayat 80) karena disana amat jelas sisi positif pembangunan itu. Ketika Khidir membunuh seorang bocah dengan maksud agar Tuhan menggantikan dengan bocah yang lebih baik, reaksi yang digunakannya adalah “Maka kami berkehendak” (ayat 81) Kehendaknya adalah pembunuhan, dan kehendak Tuhan adalah pergantian anak dengan yang lebih baik.

Akhlak Terhadap Rasulullah SAW
Sebagaimana yang diriwayatkan mengenai perilaku Rasulullah saw, bahwa baginda tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya, melainkan dipukulnya karena fi-sabilillahi Ta’ala. Baginda juga tidak pernah menyimpan dendam karena sesuatu yang dilakukan atas dirinya sendiri, melainkan melihat kehormatan Allah. Jika baginda memilih antara dua perkara, tanpa ragu-ragu lagi baginda akan memilih yang paling ringan dan mudah antara keduanya, kecuali jika pada perkara itu ada dosa, ataupun akan menyebabkan terputusnya perhubungan silaturrahim, maka baginda akan menjadi oarang yang paling jauh sekali daripadanya. Tiada pernah seseorang yang pernah datang kepada Nabi saw, baik mereka merdeka atau hamba sahaya ataupun amah (hamba sahaya perempuan) mengadukan keperluannya, melainkan baginda akan memenuhi hajat masing-masing.
Anas r.a berkata : Demi zat yang mengutusnya dengan kebenaran. Ia (Nabi) tiada pernah berkata padaku dalam perkara yang tiada diinginkannya, mengapa engkau lakukan itu. Dan apabila istri-istri memarahiku atau sesuatu yang aku lakukan, maka Ia berkata kepada mereka: Biarkanlah si Anas itu, dan jangan dimarahi, sebenarnya tiap- tiap sesuatu itu berlaku menurut ketentuan dan kadar.
Termasuk akhlaknya yang mulia, Ia memulai memberi salam kepada siapa saja yang ditemuinya. Jika ada orang yang mengasarinya karena sesuatu keperluan, Ia menyabarkannya sehingga orang itu memalingkan muka daripada baginda. Bila berjumpa dengan salah seorang sahabatnya, segera Ia akan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Baginda tidak pernah bangun atau duduk, melainkan lidahnya senantiasa menyebut nama Allah SWT. Sering sekali bila sedang sembahyang, lalu ada tamu yang datang karena sesuatu keperluan, maka segeralah Ia meringkaskan sembayangnya untuk menyambut tamu tadi.
Bila baginda berada didalam suatu majlis antara para sahabatnya maka tidak pernah dikhususkan satu tempat baginya, melainkan dimana saja sesuai dengan baginda datang, disitulah dia akan duduk. Allah SWT berfirman;(QS. Ali-Imran : 159).
Baginda Rasulullah saw adalah seoarang yang amat jarang marahnya, tetapi jika ia marah segera ingat dengan Allah SWT. Baginda adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat kepada seluruh manusia. Allah SWT berfirman :(QS. Ali-Imran : 134).
Rasulullah saw adalah seorang yang amat lapang dada dan suka memaafkan orang lain meskipun baginda mampu membalas dendam. Dalam peristiwa-peristiwa yang lain, banyak sekali para sahabat meminta izin membunuh orang-orang yang berbuat jahat kepada Rasulullah saw, Rasul tidak setuju dan melarangnya. Rasulullah saw bersabda :
“Jangan sampai ada seorang dari kamu yang menyampaikan sesuatu berita tentang seorang dari sahabatku, sesungguhnya aku ingin keluar kepadamu sedangkan aku dalam keadaan berlapang dada”
Rasulullah saw adalah seoarang yang berwatak lemah lembut pada segala hal, lemah lembut lahir dan batin, mudah diketahui pada raut wajahnya ketika baginda sedang marah ataupun tidak. Meskipun demikian baginda tetap tidak suka menampakkan sikap kebenciannya kepada seseorang secara terusterang.
Rasulullah saw adalah seorang yang murah hati dan dermawan terhadap para umatnya. Terutama sekali pada bulan ramadhan, kemurahan hatinya dan kedermawaannya laksana angin yang menghembus, yakni tidak putus-putusnya sehingga tidak ada sesuatupun yang akan tinggal lagi dalam tangannya yang muliaitu.
Rasulullah saw adalah manusia yang termulia dan amat berani.Rasulullah saw adalah seorang yang sederhana perawakannya, tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. warna kulitnya berseri-seri, tidak terlalumerah ataupun terlalu putih. Rambutnya tidak terlalu lurus ataupun terlalu keriting, dan rambut itu mengiringi sampai ketepi dua telinganya. Uban dikepala atau dijanggut tidak sampai dua puluh helai. Dahinya luas, bulu keningnya tidak terlalu lebat tapi panjang. Rasulullah saw adalah seoarang yang sangat sempurna.
Sering Rasulullah saw bersikap merendah diri memperkecilkan kedudukannya, Rasulullah saw senantiasa memohon kepada Allah SWT agar memperhiaskan dirinya dengan tata sopan yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Allah SWT telah mengabulkan doanya, karena menepati janji-Nya dalam surat Al-Mu’min : 60;

Lalu Allah SWT menurunkan keatas junjungan kita Nabi Muhammad saw Al-Qur’an dan mendidikanya sesuai dengan akhlak Al-Qur’an, sehingga Rasul meneriama pijian yang amat tinggi dengan dikatakan, bahwa budi pekerti baginda itu Al-Qur’an.
Sebenarnya Al-Qur’an telah mendidik baginda supay bersifat pemaaf, dan suka mengajak orang ke jalan kebaikan serta tiada merendahkan kata-kata yang bodoh, seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”(QS. Al-A’raf : 199)
Al-qur’an juga mendidik baginda supaya melaksanakan keadilan, melakukan kebaikan terhadap orang banyak, ingat kepada kaum kerabat melarang melakukan segala macam kemungkaran dan kekejian seperti firman Allah SWT :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl : 90).
Kemudian baginda pun menyatakan kepada sekalian makhluk hidup dibumi, bahwasanya Allah amat mencintai akhlak dan budi pekerti yang mulia seraya membenci akhlak dan kelakuan jahat. Allah Ta’ala telah melengkapkan pribadi Rasulullah s.a.w. dengan kelakkuan yang tinggi dan siasah yang sempurna, padahal baginda itu seorang ummi, tidak pandai menulis atau membaca. Baginda dibesarkan di negeri yang masih dibelenggu oleh kejahilan dan dikelilingi oleh padang pasir, hidup dalam keadaan miskin dan sebagi penggembala kambingseorang anak yatim tiadda berayah dan tiada beribu. Tetapi Allah Ta’ala telah mendidik baginda dengan sifat budi pekerti yang luhur dan perjalanan yang terpuji. Moga-moga Allah mengkaruniakan petunjuk kepada kami untuk menurut perintah Rasulullah s.a.w. dan mencontohi segala tauladan dalam perbuatan dan perilakunya, Amin Ya Rabbal Alamin.

Daftar Pustaka
Hujjatul Islam Al Iman Al Ghazali, Kitab Adab Kenabian Dan Akhlak Muhammad

Related Posts by Categories



Comment (1)

Kaif

January 9, 2008 at 11:05 PM

Hayooo....Gak izin ama pemegang hakcipta skripsi ya....

kwak5x