KETIKA orang-orang mulai sibuk membicarakan masalah cetak biru pengembangan teknologi komunikasi informasi di Indonesia, muncul berbagai macam gagasan untuk mendorong kemajuan penggunaan teknologi yang sekarang terasa terseok-seok jalannya. Jadi, sinyalemen yang menyebutkan kalau tidak ada terobosan maka Indonesia akan menjadi pengguna dari teknologi yang masuk, bisa jadi merupakan kenyataan yang menyedihkan.
Ada juga yang berbicara tentang warung Internet (warnet) untuk dijadikan sebagai katalisator kemajuan teknologi informasi. Tetapi kalau kita merenungkan sejenak apa yang telah dihasilkan dengan kehadiran warnet selama ini, bisa jadi kita akan malu sendiri.
Banyak di antara kita tentunya yang masih ingat berbagai kasus carding yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, yang menyebabkan seluruh transaksi dengan menggunakan kartu kredit asal Indonesia di jaringan Internet tidak bisa digunakan sama sekali. Carding pada umumnya dimulai dari berbagai warnet yang tersebar di mana-mana.Di sisi lain, karena berkurangnya peminat orang- orang yang mengunjungi warnet, maka kebanyakan aktivitas pengguna teknologi informasi sekarang ini beralih menjadi game center yang menawarkan jasa permainan online, seperti Ragnarok atau Gunbound yang saat ini sangat populer menggantikan permainan first person shooting. Tidak ada yang salah dengan game center ini. Karena memang usaha warnet membutuhkan pemasukan yang pasti untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Selain itu, memainkan berbagai permainan digital adalah persinggungan kita yang paling awal untuk menjelajah manfaat teknologi komunikasi informasi selanjutnya. Karena itu, kita pun harus menyambut kehadiran berbagai game center dan tempat-tempat penyewaan permainan digital lainnya seperti tempat-tempat penyewaan PlayStation yang menyebar di mana-mana. Jadi untuk menggalang warnet ke dalam suatu wadah, gagasan yang muncul di tengah- tengah kebingungan kita mencari jati diri menghadapi derasnya perangkat teknologi yang masuk ke Indonesia dan perubahan drastis kemajuan teknologi menjadi upaya pemborosan. Karena sekarang ini telah banyak wadah organisasi teknologi komunikasi informasi yang ada dan tidak banyak membantu perkembangan teknologi di Indonesia.
Kita sering kali lupa kalau teknologi komunikasi informasi tersebut selalu memiliki proses pembelajaran yang sangat insentif. Itu sebabnya, semua ragam teknologi di pasaran mulai dari telepon genggam, komputer, televisi, dan sebagainya memiliki buku petunjuk yang mengantar penggunanya untuk menjalankan teknologi tersebut secara benar.
Oleh karena itu, pemberdayaan teknologi di Indonesia seyogianya dimulai di sekolah-sekolah, tempat di mana proses belajar mengajar berlangsung. Memang, persoalannya tidak cukup melalui pendanaan yang dialokasi pemerintah untuk mengisi sekolah-sekolah dengan teknologi ini.
Jadi yang diperlukan sekarang adalah upaya bersama untuk menjadikan sekolah-sekolah sebagai sentra teknologi Indonesia sebagai sebuah upaya terarah untuk membangkitkan kreativitas digital anak-anak sekolah kita. Secara gotong royong, baik kita, para importir (dengan memberikan komputer yang tidak dipakai atau menyisihkan dana keuntungannya sebesar setengah persen), dan semua pihak yang berkepentingan, niscaya dalam kurun waktu lima tahun ke depan, kehidupan berteknologi dan digitalisasi akan lebih baik. Semoga! (*)
Comments (0)
Post a Comment