Matematika Antariksa

       PENELITIAN tentang fenomena-fenomena yang terjadi di atmosfer Matahari, ruang antarplanet, hingga atmosfer Bumi tidak bisa dipisahkan dari peranan matematika. Berbagai persamaan matematis perlu dibangun guna mengkaji sifat-sifat maupun menirukan prosesnya melalui simulasi komputer.

BUMI diselubungi lapisan atmosfer, ionosfer, dan paling luar adalah ruang angkasa atau antariksa. Ini berarti fenomena yang terjadi di antariksa, misalnya bersumber dari Matahari dan mengarah ke Bumi, bisa memberikan dampak bagi lingkungan Bumi.

Karena itu, ilmu pengetahuan tentang antariksa harus dikuasai oleh para peneliti, dalam arti bukan hanya pada tahap identifikasi masalah, tetapi juga harus dapat dikembangkan lebih komprehensif berlandaskan pengetahuan teori dan memerhatikan hasil-hasil observasi seoptimal mungkin.

Perlu disadari bahwa pengembangan ilmu antariksa pada hakikatnya tidak dapat terlepas dari ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika, kimia, dan astrofisika (gabungan ilmu astronomi dan fisika). Salah satu bagian dari matematika yang sangat berperan dalam ilmu antariksa adalah pemodelan matematika.

Sementara itu, kemampuan untuk melakukan prakiraan (forecast) suatu kejadian di Matahari yang muncul secara stokastik (acak tetapi memiliki pola tertentu terhadap waktu) harus didasari pada model matematika yang diturunkan dari fenomena riil tersebut. Hal yang serupa juga berlaku bila akan memprediksi nilai-nilai besaran fisis di ionosfer dan magnetosfer secara numerik.

Selain itu, model matematika yang diturunkan dari suatu fenomena juga dapat memberikan gambaran mengenai perilaku fenomena secara matematis. Salah satu aplikasinya adalah untuk memberikan nilai-nilai kondisi awal (initial condition) untuk keperluan simulasi magneto-hydrodynamics (MHD) fenomena itu.

Menurut penelitian seorang pakar MHD dari Observatorium Matahari Watukosek, Dr Bambang Setiahadi, ternyata teori dan simulasi MHD mampu melacak secara self-consistent (mengikuti kaidah-kaidah dalam matematika) beberapa peristiwa yang terjadi di ruang Matahari-Bumi. Antara lain, pemanasan loop medan magnet di korona (loop brightening), pembentukan struktur medan magnet berbentuk kuncup bunga matahari (helmet-streamer), pelontaran massa korona (coronal mass ejection) dan interaksi angin Matahari dengan medan magnet Bumi (pembentukan bow-shock).

 

Fenomena fisis

Dalam setiap fenomena fisis, biasanya terdapat berbagai besaran yang saling berinteraksi satu sama lain menurut aturan tertentu, atau tepatnya dikendalikan oleh hukum-hukum fisika. Demikian juga dalam fenomena fisis antariksa, terdapat besaran-besaran fisis seperti kerapatan plasma, temperatur, kuat medan magnet, medan tekanan skalar, kecepatan plasma, dan sebagainya.

Sebagai contoh, salah satu fenomena fisis di ionosfer adalah gerak naik-turun lapisan ionosfer secara periodik karena pengaruh gravitasi Bulan. Fenomena ini dikenal dengan sebutan pasang surut (tidal) ionosfer. Contoh lain fenomena fisis, misalnya di Matahari, adalah peristiwa pelontaran sejumlah massa yang sangat besar di korona Matahari disertai tiupan angin Matahari berkecepatan tinggi di ruang antarplanet. Fenomena ini dikenal sebagai "badai Matahari" (solar storm).

Pada fenomena itu berlaku hukum-hukum fisika, antara lain hukum kekekalan momentum, hukum kekekalan massa, hukum kekekalan energi, dan sebagainya.

Hukum-hukum tersebut memunculkan persamaan-persamaan fisika, seperti persamaan gerak Euler, persamaan momentum, persamaan kontinuitas, dan persamaan energi. Bila kuat medan magnet sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap proses fisis tersebut, kumpulan persamaan ini dinamakan persamaan hydrodynamics (HD). Sebaliknya, bila medan magnet turut berperan (tidak dapat diabaikan), persamaan itu dinamakan persamaan MHD.

Meski demikian, studi mengenai fenomena fisis antariksa tersebut masih terasa sangat kompleks. Jadi, dalam praktiknya, perlu dilakukan penyederhanaan masalah dengan memberikan asumsi-asumsi tertentu, misalnya meniadakan pengaruh gravitasi.

 

Model matematika

Pembentukan model matematika adalah proses penerjemahan model fisis suatu fenomena ke dalam bentuk matematika. Proses ini dengan cara memadamkan besaran-besaran yang terlibat dalam fenomena fisis dengan besaran-besaran matematika. Besaran-besaran matematika tersebut ditulis menggunakan simbol-simbol matematika. Dan, hukum-hukum fisika yang berlaku pada fenomena itu diungkapkan dengan bahasa matematika (persamaan-persamaan).

Bahasa matematika itu melibatkan beberapa konsep dalam matematika, antara lain, fungsi, diferensial, integral, dan kalkulus vektor. Selain itu juga konsep tentang tensor, topologi diferensial, persamaan diferensial, diferensial geometri, dan sebagainya. Konsep matematika tersebut selalu dapat dimengerti karena mempunyai berbagai interpretasi fisis.

Jika model matematika berbentuk persamaan diferensial, maka masalahnya adalah bagaimana menentukan solusi (penyelesaian) persamaan diferensial itu. Namun, harus disadari bahwa tidak semua model matematika yang berbentuk persamaan diferensial mempunyai solusi analitis, terutama bila mengkaji persamaan diferensial persial karena ini melibatkan beberapa variabel (peubah). Oleh karena itu, penentuan solusi melalui pendekatan secara numerik (komputasi) terhadap masalah tersebut sering dilakukan sejak penemuan komputer.

Salah satu metode pendekatan untuk menyelesaikan masalah numerik dalam bidang analisis fungsional yang melibatkan hubungan antarparameter-parameter fisis adalah metode elemen hingga (finite element).

Penerapan metode elemen hingga dewasa ini antara lain dalam proyek rekayasa antariksa, yaitu konstruksi model pesawat antariksa, stasiun antariksa, dan sebagainya. Penerapan metode ini umumnya dilatarbelakangi oleh model matematika yang berbentuk persamaan diferensial parsial.

Sesungguhnya, yang ingin diketahui tidak hanya bentuk solusi persamaan-persamaan diferensial tersebut, tetapi yang lebih penting adalah perilaku solusi itu terhadap perubahan besaran fisis tertentu. Untuk memperoleh penyelesaian kualitatif ini hanya diperlukan teori, metode, dan teknik matematika. Pada akhirnya, diperlukan pemahaman konsep matematika secara mendalam dan benar agar peneliti, khususnya di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), ataupun menginterpretasikan informasi matematika dalam upaya mengungkap berbagai misteri fenomena antariksa.

John Maspupu Peneliti Lapan dan Anggota Tim Penelitian Matahari Watukosek

Related Posts by Categories



Comments (0)